Berawal dari hanya sekedar obrolan
dan gurauan disela-sela dinginnya udara sore, ditengah hutan dipuncak deleng
singgalang ( salah satu gunung di sumatera utara ) yang kami lakukan sekitar bulan
dua 2016 silam. Pendakian yang menurut saya adalah perjalanan yang paling ramai
yang pernah saya lakukan.Hal itu dikarenakan ajakan dadakan dari salah seorang
teman saya, dan perjalanan itu terdiri dari beberapa rekan-rekan komunitas
pecinta alam yang sulit saya sebutkan satu persatu, maklum rame bener ada
Sembilan belas orang.
Pada saat itu kebetulan saya satu tenda dengan para perjaka-perjaka yang agak
sedikit punya gangguan jiwa, dan akhirnya kumpulah kami para lelaki setengah
waras, hehehehe,,,,Ditemani dua gelas kopi hitam kami yang awalnya hanya
bercerita hal konyol ketawa-ketiwi sambil ngisengin temen dengan berbalas
kentuuutttt dalam tenda ( ihhhh jangan dibayangin baunya seperti apa!!!) salah
seorang dari kami melontarkan kata-kata “aku pingin ke Semeru”.Perlahan tawa
pun hilang dan berubah menjadi pembahasan serius dan penuh perencanaan. Oh
iya!!! saat itu didalam tenda kami berlima; elang, memed, tempe, sangkot, dan
saya ( Lisdy ).
Jujur baru kali ini saya melihat
wajah serius mereka, wajah penuh antusias (bukan wajah kebelet b**er
hehehehehehe,,,) singkat cerita terjadilah kesepakatan untuk berangkat di awal
bulan Mei. Sambil mencari info dari teman-teman saya di sosmed tentang kapan
pastinya jalur pendakian di Semeru dibuka. Maklum saja!!! Karena pihak TNBTS
(Taman Nasional Bromo Tengger Semeru) itu punya jadwal rutin untuk penutupan
jalur pendakian tiap tahunnya.Hal itu dilakukan oleh pihak TNBTS agar vegetasi
dan ekositem alam disana tetap terjaga. Maklum saja!!! tidak semua orang sadar
akan kelestarian alam dan lingkungan sekitarnya yang sedang ia tempati. Apakah
itu berkaitan dengan sampah atau aksi-aksi yang tidak baik dari tangan jahil.
***Kalo kalian yang sedang baca tulisan ini termasuk orang yang seperti apa?
Wayo!!! Semoga kita semua termasuk dalam golongan orang yang terus bisa
menjaga, melestarikan, dan peduli dengan alam dan lingkungan sekitar.“Amin ya
Allah”.
Sekilas tentang gunung Semeru adalah
gunung berapai aktif dan merupakan gunung tertinggi di pulau Jawa. Dengan
puncaknya yang bernama Mahameru( 3676 mdpl/masl) merupakan gunung berapi ke 3
tertinggi di Indonesia. Gunung semeru dianggap gunung suci bagi penganut agama
tertentu, gunung yang dipuncaknya diyakini sebagai tempat bersemayamnya
dewa-dewa dan danau indahnya yaitu Ranu Kumbolo ( 2400 mdpl/masl ) sebagai
tempat mandi para dewa. Terletak di antara dua kabupaten yaitu, kabupaten
Malang dan Lumajang, menjadikan gunung ini adalah tempat yang selalu ramai
dikunjungi karena keindahan dan eksotisnya pemandangan alamnya.
Waktu semakin dekat dengan
keberangkatan dan tersisa seminggu lagi, saya memutuskan untuk memesan tiket
berbarengan dengan memed dan elang, kebetulan ada teman yang bekerja di
maskapai kamipun tanpa basa-basi meminta tiket paling murah alias tiket promo,,
hehehehehehe,, biar irit biaya. Kenapa Cuma kami bertiga yang pesan
tiket?Kemanakah Sangkot dan Tempe? Yap!!! Mereka berhalangan untuk pergi
dikarenakan ada urusan masing-masing ( Sangkot diiket mamaknya dan si Tempe
lagi hamil ) wkwkwkwk,,, piss yak!!! Gak boleh marah loh!!!. Berhubung si Elang
yang sejak bulan tiga stay di Batam jadi dia sepenuhnya mempercayai kami yang
di Medan untuk mengurus dan mempersiapkan keberangkatan serta perlengkapan yang
akan dibawa.
Tepat pada hari kamis malam tanggal 29-04-2016
saya dan Memed memutuskan untuk breafing persiapan keberangkatan tanggal
31-04-2016. Kami sepakati untuk berunding di pos-2, yah!!! Inilah tempat
orang-orang setengah waras dan kurang jinak berkumpul ( hihihihi,,,piss ya
woy!!!) tempat yang menjadi rumah bagi beberapa komunitas pecinta alam di kota
Medan kebetulan ada teman yang sudah pernah kesana, jadi kami ingin mencari
informasi dan bertukar pikiran dengan beliau (I’am belguk). Setelah beberapa
menit kami diberikan informasi tentang gambaran jalur pendakian ia pun beranjak
meninggalkan pos 2. Lalu salah seorang rekan kami yang seolah jauh dari
pembicaraan kami bertiga tadi dating menghampiri, dan dia berkata “ klen mau
kemana? Kok kayaknya serius kali pembicaraan klen!!!”. Saya dan Memed pun
saling bertatapan dan memed menjawab “ kasih tau gak ya!!!” sambil tertawa (
huahahahahaha) salim pun semakin serius bertanya dan akhirnya dijawab juga sama
memed “kami mau ke Semeru”. Dengan wajah yang sedikit ganteng Salim pun berkata
“seriuslah woy!!!”. Sambil tertawa saya perlihatkan pesanan tiket di HP saya,
sambil setengah bingung ia berucap “ akuikutlah!!! Cepet klen tanya masih ada
gk tiket yang satu pesawat sama kalian? Pesenkan aja dulu!!! Uangnya besok
siang kutransfer. Setelah semua urusan sudah selesai dan segalaa sesuatunya
sudah dipersiapkan, akhirnya kami bertigapun berangkat dari medan hari sabtu.
Sengaja kami pilih penerbangan yang transit di Batam agar bisa berbarengan
dengan Elang menuju Surabaya. Lengkaplah sudah tim kami yaitu memed (Ucok Butet
Bersaudara Jalan Jalan), Salim (Medan Advanture Community), Elang (Telapak
Sumut Adventure) serta saya sendiri yang tidak membawa bendera bahkan nama
komunitas alias petualang kecil.
“Dasar perusuh”
ya itu lah kami yang sejak awal dibandara sampai ditujuan selalu aja ada
ulah-ulah iseng yang kami lakukan.Dari menendang-nendang carier sampai membuat
salah seorang pramugari tidak kuat menahan tawanya. Wahhh!!! Kalo bagian ini
diceritain gak selesai-selesai cerita Semerunya, hihihihiihihi.Oke langsung
saja.Setibanya kami di Surabaya kamipun disambut oleh mbak Noni dan mas Kris
untuk singgah dirumahnya yang emang rumahnya Mbak Noni ini biasanya dijadikan
basecamp untuk rekan-rekan petualang dari berbagai daerah. “Gedangan” itulah
nama daerahnya.
Hanya istirahat
dan beberapa jam untuk menikmati jamuan yang dihidangkan sambil bertukar
cendramata, sorepun menjelang. Mandi dan bersiap menuju terminal
“Bungurasih”(nama terminal di Surabaya). Kebetulan Mbak noni (eidelweis
heiker)*nama samara si mbak, dan mas Kris juga hendak ke Malang pulang kerumah
masing-masing, karena emang mereka berdua tinggal di Malang dan rumah di
Surabaya hanya dijadikan rumah singgah saja bagi mereka. Menuju Malang kami
berlima (selain mas Kris yang naik motor ke Malang) sempat menunggu sekitar
satu jam karena salah seorang teman memed yang juga orang Surabaya hendak
melepas rindu bertatap muka. Aseeeeekkkkkkk,,,, macam di sinetron-sinetron
itulah. Disela-sela kami menunggu kami di kagetkan dengan suara kericuhan, “ ya
ampun!!! Ternyata yang lagi rebut mbak Noni dengan salah seorang pedagang karna
kesalahpahaman yang disebabkan pulsa yang dibeli Memed gak masuk-masuk sudah
setengah jam. Sabar mbak!!! Sangar juga ternyata, hihihihihihi.
Bis yang hendak
ditumpangi sudah siap berangkat. Dengan tiket seharga Rp.15.000,_ kami pun siap
duduk manis dengan rute Surabaya-Malang. Emang dasar kami manusia usil, selalu
saja buat heboh suasana didalam bis. Sampai suatu peristiwa yang susah
dilupakan, yaitu salah seorang penumpang yang duduknya persis tepat didepan
mbak Noni sedang melihat film po**o headset yang digunakannya terlepas dari
ketika pak kondektur meminta uang ongkos ke bapak itu. Sontak saja suara
desahan tersebut begitu kuat di heningnya suasana di dalam bis.Tanpa basa-basi
kamipun menertawakan kejadian itu, hahahahahaha si bapak mungkin sedang
kepingin. Kalo dari suaranya sih “Asia bukan barat” heleeeehhh!!! Kok jadi
bahas ini sih?. Ok deh serius kita bahas yang ke Semerunya.
Sesampainya di
Malang kami berempat berpisah dengan mbak Noni yang emang sudah ditunggu sama
mas kris yang sudah sampai duluan di terminal Harjosari. Kami pun berpamitan
dan mengucapkan banyak terimakasih untuk mereka berdua (kalian saudara kami).
Dengan menaiki taxi yang nyatanya jika malam hari (saat itu jam 23:00) lebih
murah daripada angkutan kota diterminal itu, ongkos taxi hanya diminta 40 ribu.
Bergegaslah kami menuju stasiun Kota Baru Malang untuk menemui teman saya yang
sudah berjanjian jauh hari sebelumnya.Tiba di stasiun Kota Baru kamipun
langsung bertemu mas Teguh dan mas Pram yang sudah menunggu kami. Nongkrong di
sekitaran Stasiun itu dengan suasana sangat asik, ramai muda-mudi, orang tua,
bahkan anak-anak kecil yang bermain disekitaran taman didepan stasiun. Padahal
waktu saat itu sudah dikatakan larut malam.Setelah urusan perut selesai,
bergegaslah kami menuju rumah mas Teguh dengan mengendarai sepeda motor.
Jadilah kami cabe-cabean dengan cariel besar-besar, gak kebayangkan dengan dua
motor kami berboncengan tiga pake cariel, motor matic pula tuh!!! Hahahaha
itulah asiknya.Sesampainya dirumah Mas teguh kami langsung istirahat dan
packing ulang preapare untuk persiapan berangkat ke Ranu pane.
Pagi menjelang
dan kami harus mandi, sembari menunggu pukul sepuluh untuk berangkat, kami
berempat pun tidak tinggal diam dirumah saja, karena dari jam enam pagi kami
semua sudah terbangun.Alhasil mas Pram memberikan ide untuk mandi di kali, dan
sekalian mencari sarapan khas di daerah situ. Wow!!! Bersemangatnya kami pag
itu.Dikawasan padat penduduk di sebuah daerah yang bernama “Kota Lama” kami
menyusuri lorong-lorong sempit pemukiman yang tersusun rapi untuk menuju tempat
pemandian itu. Sungguh tidak disangka, kami menemukan tempat pemandian umum
yang keren, karena air yang digunakan untuk mandi bukanlah air sungai itu
secara langsung, melainkan air yang mengalir di dinding tebing dengan sangat
jernih dan segar dari sumber mata air yang berada dibawah pohon besar. Saya dan
salim tidak mandi sementara memed dan elang langsung saja 97 persen bugil dan
mandi dengan asiknya.
Disela-sela saya
memotret dan salim melamun, elang dan memed mandi, tiba-tiba saja yang lebih
p**no dari mereka muncul. Aduhhhh buk!!! Kenapa bo*er harus didepan mereka
mandi? Menghadap kearah mereka pula tuh!!! Ngeliat mereka berdua saya dan salim
terbahak-bahak dari kejauhan, melihat sungguh mereka tidak bisa menahan antara
malu dan bingung.Karena ibu itulah mereka menyudahi mandinya dan yang membuat
kami bertiga semakin tertawa terbahak-bahak karena sandal Elang persis didepan
sejengkal jaraknya dengan ibu itu yang lagi asik nongkrong. Hahahahahahaha,,,,,
konyol deh,,,,,.
Mandi sudah, dan
kami langsung menuju tempat sarapan yang konon ceritanya terkenal di kawasan
Kota Lama malang, “Nasi Rawon menu pilihan kami. Setelah selesai dengan urusan
perut, kamipun langsung bergegas pulang dan sempat singgah dirumah mas Pram,
karena kebetulan rumahnya berdekatan dengan rumah mas Teguh. Jam 10:00 kami
langsung bergegas menuju pasar tumpang takut sampai Ranu Pane terlalu sore,
kami diantar oleh mas Teguh dengan angkotnya.
Pasar tumpang
adalah sebuah pasar tujuan para pendaki sebelum menuju Ranu Pane. Karena
dipasar itulah kita bisa membeli perbekalan yang lengkap dan murah, juga
kendaraan selanjutnya yang akan kita tumpangi menuju Ranu Pane banyak stay
disitu. Setelah perbekalan logistik yang kami list sudah kami belanjakan,
diantarlah kami di rumah Mas Wildan (kentung) yang sebelumnya saya sudah
melakukan perjanjian dengan beliau untuk menumpang salah satu jeep miliknya.
Rombongan yang berbarengan dengan kami saat itu kebetulan berasal dari Jakarta,
mereka berempat dan kami berempat, jadi total seluruhnya kami delapan orang
yang diantarkan untuk sampai ke Ranu Pane oleh mas kentung.
Untuk biaya jeep
kami satu rombongan dikenakan biaya 700 ribu. Sembari menunggu keberangkatan,
saya dan Salim segera packing logistik sementara Elang dan Memed mengurus surat
keterangan berbadan sehat di puskesmas terdekat.
“ Sekilas info
buat temen-temen yang ingin ke Semeru, surat keterangan berbadan sehat,
sleeping bag, adalah persyaratan wajib perorangan yang wajib dibawa pribadi
selain persyaratan wajib lainnya seperti: KTP dan surat ijin orang tua (bagi
pelajar yang belum punya KTP). Jika ketiganya tersebut (SKBS,KTP, dan sleeping
bag) tidak dibawa saat melakukan registrasi pendakian, jangan harap deh bisa
diijinkan naik oleh pihak petugas TNBTS”.
Cusssssss,,,,,,
berangkat,,,,jam satu siang tepatnya kami meninggalkan basecamp kentung menuju
Ranu Pane sebuah desa yang menjadi pintu gerbang pendakian gunung Semeru
sekaligus menjadi pusat operasional perijinan simaksi dan segala urusan
registrasi serta pendataan para pendaki. Satu setengah jam lamanya waktu yang
harus ditempuh dengan kendaraan jeep bak terbuka berdiri kadang juga duduk kalo
pegel, berdiri lagi, duduk lagi,,elehhhh apaan sih? Macam lagu aja!!! Tapi
sungguh tak terasa perjalanan yang kami tempuh dikarenakan obrolan serta canda
gurau dari teman-teman baru kami dari Jakarta, sungguh indahnya pemandangan
yang di perlihatkan Allah Yang Maha Esa membuat perjalanan kami yang semula
bosan sekitar dua puluhan menit berubah menjadi decak kagum. Sumpeeeehhhhh!!!
Indah memang suasana alamnya,, gugusan bukit dan hutan pinus yang dingin
banget, perkebunan sayur mayor yang unik, dan hamparan kawasan pegunungan Bromo
yang eksotis. Argghhhhhh%#$@%!^&#& susah move-on jadinya kan!!!.
Jeep melambat
dan perlahan berhenti, pertanda kami sudah sampai di Ranu pane. Baru saja turun
dari Jeep kami di kagetkan dengan alunan musik yang suaranya sama sekali belum
pernah terdengar ditelinga. Musik khas suku Tengger, Alhamdulillah rejeki emang
sedang berpihak dengan kami.Dari kejauhan perlahan mendekat menghampiri kearah
kami. Ternyata itu adalah acara arak-arakan seorang bocah laki-laki yang di Khitan
( disunat ) dengan menunggangi kuda. Setelah saya tanyakan dengan mas Kentung
akan hal tersebut, ternyata itu adalah tradisi masyarakat asli Tengger beliau
juga menjelaskan kuda yang sudah diberi hiasan dan dijadikan untuk kuda
arak-arakan itu dinamakan kuda Ronggeng.

Registrasi dan
perijinan simaksi kami urus dan masing-masing bagi tugas, memed bertugas
registrasi pendaftaran, saya mencari info lokasi breafing dan mengecek lokasi
breafing apakah masih bisa masuk atau harus nunggu kloter berikutnya, sementara
Elang dan Salim bertugas untuk menghabiskan dagangan abang-abang tukang bakso
alias makan bakso. Woooooo!!! “Makan aja kerja kalian ya!!!” gurauku saat
menghampiri, “ bang bakso pake mie putih satu mangkok” hehehehe,, sahutku ke
abang tukang bakso, sumpah itu adalah bakso terenak saat itu dan emang seger,
karena udara dingin dan harum daun sup nya membuat saya ngiler. Oh iya!!! Jika
sudah tiba di Ranu Pane harus segera registrasi dan ikutlah breafing, untuk
mendapatkan formulir simaksi.Breafing yang dilakukan oleh petugas TNBTS
bertujuan untuk kembali mengingatkan tentang persiapan, resiko, bahkan bahaya
yang dapat terjadi pada pendakian. Ya!!! Walaupun jalur yang jelas dan rute
yang tergolong cukup terbuka, namun di Semeru sudah sering terjadi korban para
pendaki yang nyasar, ada yang selamat ditemukan, ada juga yang meninggal dunia,
danada juga yang pulang hanya tinggal nama alias tidak pernah ditemukan. Untuk
registrasi, para pendaki di kenakan biaya sebesar Rp. 17.500,_ pada hari biasa dan Rp. 22.500,_ untuk hari
libur.
Setelah semua
perijinan selesai, kami langsung melangkah dengan bawaan masing-masing tepat
pukul 17:00 kami beranjak meninggalkan Ranu pane. Berjarak seratus meter
sebelum gerbang masuk pendakian, karcis registrasi diperiksa ulang kembali,
mungkin hal ini dilakukan agar data para pendaki sesuai dengan jumlah yang di
registrasi oleh petugas TNBTS.Tujuan awal kami adalah Ranu kumbolo untuk
mendirikan tenda.Kurang lebih sekitar 100 meter dari pemeriksaan tersebut,
sampailah kami pada gapura pintu pendakian.Keceriaan dan kegilaan kami memecah
suasana perjalanan kami ke Ranu kumbolo sore itu. Digapura pintu masuk jalur
pendakian kami membuat onar dengan mengganggu rombongan lain saat mereka
berfoto ria, wahhh!!! Suasana tawa pun memecah rombongan tersebut, mereka malah
ikut ketularan hamper gila karna ulah kami. Emang sih awalnya mereka agak jaim
waktu kami usilin, tapi itulah kami!!! Tak kenal maka kenalan sekalian lah.
Hanya sekitar
lima menit kami mengabadikan momen di gapura masuk, pertanda kami sudah pernah
kesini, ceileeee!!! Se alay itukah kami? Kamipun bergegas kembali melanjutkan
langkah menapaki jalan yang landai menuju pintu rimba, untuk masuk kejalur
pendakian butuh konsentrasi saat melewati ladang-ladang penduduk yang seolah
menghipnotis membuat lupa jalur masuk rimbanya.Saat di breafing sudah
dijelaskan bahwa jalur masuknya sebelah kiri dan terus melipir masuk jalan
setapak dari jalan utama perkampungan. Salim secara otomatis mengisi formasi
paling depan untuk memperhatikan jalur tersebut, sementara kami bertiga
dibelakangnya masih ketawa-ketiwi. Emang jalurnya agak sedikit tidak terlihat
dikarenakan kita harus melangkahkan kaki agak sedikit memanjat ke dinding
tebing jalan.Setelah dirasa itulah jalur yang tepat, kamipun terus melangkah
menyusuri jalur yang sangat jelas, landau dan berkelok-kelok ditengah
rindangnya pepohonan yang menjulang tinggi. Berjalan sekitar lima belas menit
kami berhanti sejenak karna waktu sudah memasuki maghrib.
Dan lagi-lagi
kami bertemu rombongan pendaki lain, asal Jakarta, mereka bercerita sempat
keterusan mencari jalur masuk ke pintu rimba. Nahhh!!! Kan!!! Ada yang
keterusan juga kan. Kamipun memutuskan melanjuti pejalanan setelah selesai
waktu maghrib untuk segera menuju pos 1 agar perjalanan tidak begitu memakan
waktu lama dan juga menghemat tenaga. Sekitar setengah jam berjalan kami
menemukan papan bertuliskan “Landengan
dowo” yang berarti kami sudah lumayan jauh yaitu sejauh 3 km.Setelah
istirahat sejenak kami bergerak terus berjalan lagi dan tidak jauh dari Landengan dowokami melewati sebuah
jembatan yang dinamakan jembatan cinta.
Entah kenapa nama jembatan itu diberi nama “cinta”. Mungkin dulunya si cinta
yang membangun jembatan itu atau ada cerita tersendiri dibalik namanya yang
membuat orang kadang-kadang betanya. Lanjut berjalan lagi kami menemukan papan
bertuliskan “Watu Rejeng” itu
menandakan kami sudah berjalan kurang lebih sejauh 6 Km. menurut papan
informasi tersebut jarak dari Ranu pani ke Watu rejeng sejauh 6 km. Tidak jauh
dari Watu rejeng, kami tiba di pos-1
dimana inilah pos sebenarnya target kami untuk beristirahat duduk santai dan
ngopi. Bener saja!!! Sesampainya di pos belum lagi meletakkan cariel, rejeki
dari atas tiba-tiba turun dengan derasnya, pas banget buat ngopi. Awalnya di
pos tersebut hanya kami berempat karena pas begitu kami tiba rombongan lain
bergegas, namun mereka tiba-tiba lari kembali lagi memasuki pos-1 untuk
meneduh, dan rombongan yang kami salip dibelakng kami tadipun juga ikut
berteduh. Jadi deh malam itu ditemani kopi dan ganjal perut sembari membuat
onar dan kekonyolan layaknya actor macam di tv tv itu loh.
Baru sebentar
ngobrol dan bercanda ria kami sudah akrab dan berani kurang ajar ngeledekin
mereka. Dasar orang pesong!!! ( nyindir kami sendiri ya,,,).Sejam kemudian
akhirnya hujan reda, kamipun langsung tancap gas melangkah menyusuri jalanan
setapak yang masih dominan landai berkelok dan panjang. Dari pos satu kami
berjalan berbarengan dengan rombongan dari Jakarta dan sepasang diantaranya
adalah pengantin baru yang lagi berbulan madu, cieeeeeee!!! Sek,,,asekkkk,,,
euy,,, jarak pos 2 tidak terpaut jauh dari pos 1, dan kamipun melewatinya saja
tidak ad niat untuk istirahat di pos 2. Ditengah perjalanan menuju pos 3 salah
seorang rekan kami yang berasal dari Jakarta kehabisan tenaga karena kondisi
badannya yang kami lihat tidak memungkinkan untuk terus berjalan dengan beban,
Elang langsung tanpa basa-basi menggendong carielnya dan kamipun langsung
secara otomatis membagi beban bawaan kami, Elang membawa cariel si Ayah (
sebutan buat teman baru kami itu) dan juga semi carielnya sendiri, Salim tetap
dengan cariel 80L memed tetep dengan 60L, dan saya dengan 60L ditambah daypack
saya sendiri yang semula di bawa Elang.
Sungguh kondisi
badan yang tidak bisa dipaksakan, si Ayah pun berkata “saya udah nyerah gak
sanggup lagi bang” serunya kepada kami, karena memang kami berempat yang
mengawalnya berjalan, sementara keempat orang temanya sudah berlalu jauh
meninggalkannya. Wahhhh!!! “Sungguh aneh tapi nyata” gumamku dalam hati.Setega
itukah teman berjalan?Teman yang punya satu tujuan? Apakah mereka tidak
berpikir jika saja ternyata tidak ada orang lain lagi yang berjalan disaat
itu!!! Apakah yang akan terjadi? Sungguh kejadian yang tidak baik untuk ditiru.
Dengan terus
kami beri semangat akhirnya kamipun tiba di pos 3 dengan agak sedikit kesal
saya bertanya pada seluruh pendaki yang istirahat di pos 3 dengan nada suara
yang agak lantang dank eras terucap dari mulut ini “woy!!! Mana nih teman-teman
si Ayah? Terdengar sahutan dibawah pohon pinus yang dibawahnya banyak para
pendaki duduk berbaris, “disini bang” langsung saya hampiri suara itu dan
menatap wajah mereka dalam kegelapan, “memanglah!!! Dimana otak klen?Klen
tinggal pulak kawan klen yang udah gak sanggup lanjutin perjalanan? Hah,, Klen
pikirkan itu!!!” setelah suasana hening karena perkataanku tadi, kamipun
kembali melanjutkan perjalanan menuju Ranu kumbolo yang jaraknya tidak terlalu
jauh lagi. Dari pos 3 ada jalur sedikit menanjak yang hanya berjarak 50 meter
dan kemudian kembali landai bahkan menurun, pertanda Ranu kumbolo sudah
dekat.Pos 4 yang berada di atas lereng bukit Ranu kumbolo pun kami lewati begitu
saja.Karena didepan mata walaupun malam dan gelap, kami melihat luasnya Ranu
kumbolo dan lampu-lampu tenda dari kejauhan. Langkah kami pun melaju cepat
karena turunan didepan sana akan menghantarkan kami ditepi Ranu kumbolo.
Di sekitar Ranu
kumbolo ada dua area mendirikan tenda yang diperbolehkan, pertama area yang
langsung kita jumpai saat jalan menurun dari pos 4 dan yang kedua area yang
paling banyak diminati yaitu area yang lebih luas berada di tepi yang
bersebelahan dengan tanjakan cinta. Sudah dari awal kami berniat mendirikan
tenda diarea ini, alasnnya karena pemandangan saat sunrise itu memukau mata dan
sangat indah, dan juga terdapat pos besar mengantisipasi jika cuaca tidak
bersahabat apakah badai atau hujan deras, kami bisa langsung mencari tempat
meneduh yang aman. Dan disitu juga ada api unggun yang sengaja dibuat oleh
petugas hanya satu titik agar terjalin hubungan silaturahmi para pendaki dari
berbagai tempat,daerah bahkan Negara. Itulah salah satu alasan yang dilakukan
petugas TNBTS mengapa di Semeru kita tidak diperbolehkan membuat api unggun.
Setelah tiba di
tepi Ranu kumbolo yaitu area camp pertama, kami langsung tancap gas menuju area
camp kedua dengan melipir menyusuri tepian danau, karena sengaja kami tidak
dari jalur di atas lereng, melainkan dari tepinya Ranu kumbolo, terkadang harus
mngitari pohon, melangkah ke dahan tumbang karena jika tidak begitu kaki pasti
masuk kedalam air. Lagi asik-asiknya berjalan tiba-tiba muncul suara
“grubuaakkkk,,dan yang terjatuh ternyata saya sendiri, hehehehehe,,,.
“adohhhhhh adohhhhhh astaghfirullah astaghfirullah adohhhhh woyy,,” teriakku
demikian. Sontak ketiga rekanku yang berjalan didepanku langsung melihat
kebelakang dan berlari menghampiriku,, disitu saya terharu. “kenapa kau beh?
(tanya si Elang), “kakiku,,, adohhh”. Iya kenapa kakimu?Salim dan memed
membantu melepaskan carielku. “kakiku tersangkut akar, dan keplekok” langsung
mereka tertawa gila, dan langsung saja Elang memberikan kekuatannya untuk
mengurut sekitar 5 menit kaki kanankupun sudah baikan. Setelah sudah bisa
dibawa berjalan bahkan untuk lari lagipun bisa kami pun lanjut berjalan
beberapa ratus meter saja untuk sampai di area camp.
Waktu
menunjukkan pukul 23:50 itu pertanda kurang lebih 6 jam kami berjalan dan
memang perjalanan santai kami sejak dari Ranu pani ke Ranu kumbolo. Setelah dua
buah tenda kami dirikan, kamipun bersantai ngobrol sambil ngopi, menyantap roti
ditambah abon sapi. Benar-benar suasana malam yang indah, suasana terang bulan
kabut lembut dan dinginnya udara lembab Ranu kumbolo membuat salim dan memed
langsung masuk tenda, sementara saya dan Elang masih sempat berfoto-foto ria.
Menurut kami berdua suasana tengah malam yang saying dilewatkan, suasana hening
dan sunyi, bertaburan bintang walau bulan terang.Setelah ngobrol sejenak,
kamipun langsung memutuskan istirahat memngingat perjalanan besok masih panjang
dan stamina kami harus terjaga.
Suasana pagi
yang begitu indah menyapa saat kami keluar dari tenda, bias sinar sunrise menghantam
ke wajah serta butiran embun yang jatuh membasahi setiap makhluk hidup yang ada
disekitar Ranu kumbolo membuatku sedikit menghayal, kapan lagi akan kembali
kesini tentunya dengan keluarga kecilku kelak, amin. Tanpa saya sadari ternyata
tiga orang temanku sudah membuat onar di sekitar situ, benar-benar manusia
lasak, itulah julukan buat mereka bertiga. Dengan cara masing-masing sampai
kami cepat terkenal hari itu, kamipun diberi julkan “abang Medan” hahahaha,,,
mungkin karena darah asal kami yah!! Banyak diantara mereka bertanya kenapa
baru kali ini jumpa orang-orang aneh kayak begini ya, rame seru gila dan gak
punya malu. Setelah seru-seruan berfoto-foto ria, kami langsung saja berencana
masak untuk sarapan dan lanjut packing. Belum lagi rencana masak itu kami
lakukan, celotehku mencium aroma masakan tetangga “ihhhh wangi kali,,, masak
apa ini?” tidak lama kemudian teman-teman baru kamipun langsung mengantarkan
makanan yang sudah matang yang kusindir harumnya itu, alhasil kami gak jadi
masak karena sudah kenyang dengan makanan pemberian teman-teman sekitar.
Hehehhehehe,,, itu trik kalo kepepet yah,, jangan ditiru.





Perutpun aman,
kamipun kenyang.Packing selesai kami lanjutkan perjalanan dengan target sampai
di kalimati sebelum gelap. Jam 10:30 kami berjalan menapaki tanjakan cinta yang
jaraknya tidak jauh dari kami mendirikan tenda. Tanjakan cinta mitosmu sungguh
membuat penasaran banyak orang (gumamku dalam hati).Salim dan memed sudah
ngebut melaju meninggalkan saya dan Elang dibelakang, perlahan sungguh indah
pemandangan dari tanjakan cinta jika kita menatap Ranu kumbolo. Terbius
indahnya pemandangan dibelakang membuat saya tertinggal oleh Elang, disitu saya
coba mengusilinya, “tok, ohh tok,,” (teriakku memanggilnya). Tapi capek-capek
teriak memanggilnya dan menggodanya dengan menyebut indah pemandangan
dibelakang dia tetap tidak menoleh, mungkin karena mitos itu makanya dia tidak
mau menoleh.Kamipun meneduh sejenak dibawah rindangnya pohon pinus di puncak
bukit tanjakan cinta dan mengobrol bersama saudara-saudara baru kami dari
Jakarta bang Fardan dan bang Andri mereka dari komunitas Xarpala di Jakarta.
Habis bahan pembicaraan kami langsung menuruni bukit tersebut dan langsung saja
disambut padang savana yang begitu luas yaitu Oro-oro ombo. Karena terlalu
bersemangat, kami berempat berlari saat menuruninya, entah apa yang merasuki
pikiran secara otomatis kami langsung terjun melompat dengan maksud ingin
selebrasi diatas tanaman cantik ini, saying sungguh malang ternyata luka gores
yang didapat. Memed tergores dinagian paha, elang dibagian tangan, saya dan
salim tidak tergores karena kami berdua menindih mereka berdua.di Oro-oro ombo
mata kita dimanjakan dengan indahnya bunga berwarna ungu yang tinggi batangnya
melebihi tinggi kita saat berjalan diantara tengah-tengah tanaman itu. Banyak
orang beranggapan itu adalah lavender, namun sebenarnya tidak!!! Jika lavender
wangi dan juga memiliki kelopak bunga lebih lebar dan batangnya tidak membuat
gatal, lain halnya dengan Vaberna brassiliensis.Tumbuhan ini membuat gatal
kulit dan juga ada bagian berduri dipangkal batangnya. Selain itu tumbuhan
vaberna brassiliensis ini adalah parasit bagi tumbuhan sekitar, karena dapat
menyerap kadar air tanah lebih banyak dan penyebarannya juga cepat, sehingga
tumbuhan lain disekitarnya bisa mati dan punah. Oleh karena itu tumbuhan inilah
yang boleh di potong, dipetik sesuka hati oleh pihak TNBTS guna memperlambat
penyebaran, namun jika sudah dipetik tidak boleh membawanya sembarangan,
melainkan dibungkus agar tidak tercecer dan membantu penyebarannya.
Setelah
melintasi jalan setapak yang berupa lorong karena tingginya batang daun bunga
veberna di Oro-oro ombo, sampailah kami di Cemoro kandang yang letaknya memang
tidak jauh.Di\cemoro kandang kami bertemu dengan pendaki-pendaki lain dan
berkenalan lagi, karena kekonyolan kami yang sering kami buat maka semakin
cepat dikenal lagi dan semakin banyak lagi yang menjadi teman baru kami dalam
perjalanan.Di cemoro kandang kami menikmati semangka terlezat yang pernah kami
makan saat disitu.Semangka yang dijajakan para pedagang yang berasal dari desa
Ranu pani itu sekaligus menjadi semangka termahal yang pernah kami makan dengan
harga empat potongnya adalah 10 ribu.Teteapi menurut saya itu adalah harga yang
murah, pasalnya jika kita bayangkan semangka yang mereka dagangkan harus dibawa
dari Ranu pani menuju cemoro kandang dan membawanya itu tidaklah ringan. Yah!!!
Itung-itung kita juga saling membutuhkan, kita butuh kesegaran dan juga butuh
uang untuk memenuhi kebutuhan hidup.Intinya saling berbagi sebagai makhluk
social.

Mencium aroma
masakan, saya langsung mengeluarkan jurus jitu saya lagi dengan berteriak “
bahhhh!!! Wangi apa ini? Buat lapar aja pon” di sudut kanan dibawah pohon pinus
besar terdengar sahutan dari sekelompok pendaki lain yang samar-samar, “kesini
bang mumpung masih anget”. Sial,,,!!!Ternyata keduluan Elang dan Memed yang
sudah megang piring dengan mereka.Saya dan salim bergegas kearah merka dan
terkejut setelah melihat rombongan itu adalah rombongan yang kami usilin saat
di gerbang pendakian.Suasanapun kembali pecah sumringah karena ulah kami
berempat.Setelah selesai makan bareng mereka kami pun memutuskan agar bersamaan
dan berbarenga sampai Kalimati, yaitu pos yang menjadi tujuan kami untuk
mendirikan tenda di hari ke 2. Alangkah terkejutnya kami ternyata waktu sudah
menunjukkan jam 13:00. Karena keasikan cerita jadi tidak terasa.
Dalam perjalanan
kami ke kalimati kami akhirnya membuat regu baru menjadi delapan orang, dengan
kami berempat ditambah rombongan saudara baru kami berempat. Mereka berempat
adalah kak Yeyen (Pontianak), kak Septi (Tegal), bang Rivky (Tegal), dan Diaz
(Salatiga walaupun aslinya Pontianak). Dari pembicaraan yang saya dan kak yeyen
lakukan ada hal lucu dan sungguh mengejutkan, pasalnya ternyata setelah ngobrol
sebentar saja saya merasa sudah kenal lama.Tak disangka rupanya benar adanya,
saya sudah bertemana dengan kak Yeyen jauh hari sebelum ketemu di Semeru
melalui dunia maya.Pernah saling inbox-inboxan di sosmed dan juga pernah membahas
untuk melakukan sebuah perjalanan ke Semeru dan barengan.Namun saat itu saya
belum bisa menetukan kapan barengannya, alhasil kamipun tidak pernah lagi
berbalas pesan di sosmed. Tetapi yang membuat saya sungguh terheran-heran
adalah keajaiban Allah itu mempertemukan kami di Semeru secara bertatap muka
langsung, “jodoh mungkin”(gumam saya dalam hati) hal ini jadi penambah semangat
perjalanan ini.
Kami berdepalan
berjalan memang dengan tempo yang relatif santai, dengan langkah menikmati
pemandangan alam serta menjadikan suasana obrolan untuk saling mengakrabkan
kebersamaan kami satu sama lain. Dipertengahan antara pos cemoro kandang dan
pos jambangan, kami diguyur hujan, tetapi kami memilih tetap lanjut berjalan
agar sampai kalimati sebelum gelap.Waktu normal yang harus ditempuh dari cemoro
kandang ke kalimati adalah sekitar 4-5 jam dan harus melewati satu pos lagi
yaitu “Jambangan”.Dengan mengenakan jas hujan, masing masing dari kami tetap
konsisten menjaga tempo langkah berjalan, walaupun saya dan Diaz selalu
dibelakang dan terpaut lumayan jauh dari mereka, karena kaki saya yang belum
normal betul dan setianya Diaz menemani saya dibelakang kami tetap dapat
beriringan. Waktu sudah menunjukkan jam 16:00, kami sampai disebuah punggungan
sebelum pos jambangan dan memutuskan untuk istirahat disana, sebab sejak dari
cemoro kandang menuju Jambangan trek yang dilalui terus menanjak. Hujan masih dengan
gerimisnya kami hanya sekedar minum dan menarik nafas sejenak di punggungan itu
dan kembali melanjutkan perjalanan, menurun sekitar 50 meter dan menanjak lagi
sekitar 100 meter sampailah kami di pos “Jambangan”.Dari pos ini kami semua
sudah disuguhi pemandangan yang menakjubkan, gagahnya Semeru sudah terlihat
jelas. Karena hujan sudah reda dan cuaca juga cerah, kami langsung melepas jas
hujan masing-masing dilanjut dengan sesi berfoto ria sekedar mengabadikan momen
perjalanan kami.

Selesai berdiam
di jambangan sekitar 10 menitan, kamipun langsung bergegas menuju kalimati,
bahkan untuk menuju kalimati sangking semangatnya kami sambil berlari.Jalur
setelah pos Jambangan ke kalimati datar bahkan agak menurun sedikit, ya jelas
jalur seperti ini paling enak dijalani sambil lari.Sekitar 30 menit berjalan
dari jambangan, kamipun sampai di kalimati.Kalimati merupakan pos yang
diperbolehkan untuk mendirikan tenda setelah Ranu kumbolo dan juga merupakan
pos terakhir dan juga batas aman pendakian.Teringat saat breafing di posko jika
menemukan pohon yang diikat dengan kain putih pertanda disekitar pohon tersebut
kalau bisa dihindari untuk mendirikan tenda apalagi dipasang hammock karena
alasan magis yang sudah diperingatkan, kamipun langsung berjalan menapaki jalan
yang luas seolah berjalan di padang pasir yang luas. Karena di kalimati
tanahnya berpasir halus dan jika ditiup angin menimbulkan debu yang
berterbangan.Setelah memilih area mendirikan tenda yang kebetulan berdekatan
dengan pos dan bersebelahan menuju jalur masuk untuk menuju puncak, dan menurut
kami itulah tempat paling strategis untuk mendirikan tenda kamipun langsung
membagi tugas masing-masing.Di kalimati kami hanya mendirikan satu tenda
ditambah tenda mereka dua buah, jadi hanya tiga tenda yang kami dirikan.Memed,
salim, bang rifky dan saya bertugas mendirikan tenda, kak yeyen dan kak septi
bertugas membuat minuman penghangat badan, sementara Elang dan Diaz mengambil
air untuk stok perjalanan summit dan perjalanan kembali ke ranu kumbolo
keesokan harinya.Sumber air di dekat kalimati ini memakan waktu satu jam
perjalanan bolak-balik dengan menyusuri jalanan setapak menurun terdapat aliran
air yang di sebut dengan “Sumber Mani”.Nama tersebut itu adalah sebutan tempat
bagi masyarakat tengger yang berarti sumber air.
Selesai
mendirikan tenda kamipun menghangatkan badan serta memasak untuk makan malam
agar kebutuhan karbohidrat tercukupi saat melakukan summit pada tengah malam
nanti. Terdengar dari dalam tenda yang berada tepat didepan tenda kami dengan
panggilan “abang medan” kamipun langsung menyahut, ternyata manusia yang berada
didalam tenda adalah saudara-saudara kami yang semula kami jumpai di ranu
kumbolo. Disitu kami merasa semakin sumringah, pasalnya mereka bertiga adalah
teman-teman paling kalem yang pernah kami temui saat itu. Bang Gie, kak Ani dan
mas Irol melengkapi keharmonisan kami malam itu sebelum kami beristirahat.
Setelah ngobrol dan kami di beri minuman khas dari malang yaitu air Tape yang
membuat hangat badan ini, kamipun tersadar ternyata bang Gie dan kak Ani adalah
sepasang suami istri yang melakukan pendakian untuk merayakan bulan madu di
puncak. Mereka bukanlah pasangan yang kami temui di pos 1 sebelumnya, karena
mereka ini berbeda, memang pasangan yang doyan naik turun gunung saat masih
lajang dan berpacaran (Romantisnya klen ahhhh!!!). Ditemani saudara bang Gie
yaitu mas Irol yang asli Malang, mereka naik semeru dengan misi mengantarkan
mbak Ani sampai puncak setelah sebelumnya saat pacaran mereka tidak sampai
diatas. Tapi pada saat itu mereka ingin mengulang ambisi dengan status yang
sudah berubah, menjadi sepasang suami istri.
Waktu menunjukkan
pukul 20:30 kamipun mau tidak mau harus mengistirahatkan badan agar stamina
terjaga saat melakukan summit tengah malam.Salim yang sudah duluan tertidur
lelap kami minta bergeser sedikit agar saya dan Elang kebagian lapak tidur
ditenda, sedangkan memed memutuskan tidur bergelantungan di hammock dengan
tujuan agar tidurnya tidak terlalu lelap karna dinginnya udara malam sehingga
bisa membangunkan kami semua. Ya,,, itung-itung jadi alarm kami semualah
disitu. Dasar Memed,,,!!!Manusia sebijik ini tidak bisa tenang saat
membangunkan orang, perasaan kami baru tertidur tapi sudah dibangunkan. Dengan
agak sedikit emosi Salim merepet-merepet “ arrgghhhhh,,, sibuk kali kau med,,
udah jam berapa rupanya? Masih ngantok kali ini,,!!!” (celoteh Salim). Bukannya
malah makin tenang tapi memang dasar orang gila, tendapun digoyang-goyang sama
Memed. Mendengar ributnya suara Memed dan Salim yang terus ngoceh, saya dan
Elang langsung keluar tenda. Yang benar saja!!! Ternyata sudah pukul 23:50.
Kamipun bergegas mempersiapkan peralatan untuk summit sambil membagi stock air
untuk masing-masing, setelah itu kami melakukan brefing dan berdoa bersama.
Kebetulan kami sepakat untuk berbarengan dengan bang Rivky, kak Yeyen, kak
Septi, Bang Gie, Kak Ani dan mas Irol, sementara Diaz memutuskan tidak summit karena
memang Diaz sudah pernah berdiri dipuncak Mahameru sekalian juga dia ingin
menjaga semua peralatan dan tenda kami di kalimati.
“Amin,, berdoa
selesai”. Tepat pukul 00:15 kami melangkahkan kaki ke pintu masuk jalur summit
yang memang tepat berada di samping tenda kami, beratnya menahan ngantuk dan
susahnya menarik nafas panjang-panjang. Kami harus menghadapi jalur yang memang
sudah menguras tenaga, jalan berpasir dan berkerikil halus sudah kami dapati
sejak berjalan sekitar 100 meter meninggalkan tenda, pasalnya jalur yang kami
lalui adalah jalur baru atau jalur evakuasi bukan jalur lama yang melintasi
arcopodo dan jalurnya itu tepat berada disampingnya hanya berbatas tebing
sekitar 10 sampai 15 meter saja. Namun jalur yang lama saat itu juga masih
dilintasi pendaki.Kami memilih jalur evakuasi tersebut dikarenakan anjuran dan
saran dari seorang bapak pemandu yang memang warga setempat, beliau yang juga
melakukan summit malam itu kebetulan berbarengan dengan kami. Saat itu beliau
sedang memandu lima orang pemuda asal Jakarta dan beliaulah yang menuntun kami
mengambil jalur tersebut. Jujur saja jalur ini membuat kaki harus berjuang
penuh semenjak dari awal meninggalkan tenda, sudah curam, sempit, berpasir
licin dan berdebu luar biasa.
Setiap berjalan
lima puluh meter selalu saja ada yang meminta untuk istirahat, faktor-faktor
suhu badan yang belum normal karena baru bangun tidur atau mungkin treknya yang
memang curam tidak taulah, yang jelas pasti ada saja berhenti di 30 menit
pertama. Jalur pendakian Semeru yang saat itu memang masih baru dibuka dan malam itulah hari
pertama jalur itu dilalui pendaki setelah beberapa bulan ditutup mengakibatkan
masih gemburnya pasir dan tonjolan-tonjolan batu kecil membuat kaki kami selalu
menaha berat badan sembari membungkuk. Sekitar sejam berjalan antrian pun mulai
terjadi saat masih diareal batas
vegetasi, baik dari jalur yang kami lalui maupun dijalur lama. karena jalur
lama memang persis bersebelahan saja sehingga kita bisa melihat pendaki yang
melintasi jalur lama itu.
Karena antrian
tersebut kamipun memutuskan untuk terus berjalan meminta ijin pada pendaki lain
yang ada didepan kami yang sedang istirahat. Karena jika tidak begitu tempo
berjalan akan semakin lambat dikarenakan serangan dingin dan ngantuk karena
terlalu seringnya berhenti. Tepat pukul 02:30 kamipun sampai dibatas vegetasi
dan beristirahat sejenak dan memutuskan memecah kelompok, bang Gie, kak Ani,
mas Irol berjalan mengikuti tempo kak Ani, kak Yeyen, kak Septi dan mas Rivky
berjalan duluan karena memang mereka lincah, sementara Memed, saya, Elang, dan
Salim berjalan paling belakang dengan tempo santai. Dan akhirnya kamipun
bergerak berjalan dengan kelompok yang sudah dipecah.
Setelah agak
melipir kekiri dari tempat peristirahatan kami tadi, barulah kami menemui jalur
yang menyatu dengan jalur Arcopodo yang lamadisitu sering disebut dengan cemoro
tunggal dan seterusnya sudah satu jalur menuju puncak.Tempat itu dinamakan cemoro
tunggal karena dahulu terdapat pohon cemara besar yang menjadi patokan untuk
turun saat pendaki ingin turun namun saat ini pohon tersebut sudah tidak ada
lagi.Dengan berjalan mulai memecah kelompok akhirnya kami dapat menjaga tempo
langkah kami namun tetap saja suasana antrian panjang itu membuat kami sedikit
prustasi, namun karena kejenuhan itulah salah satu dari kami menemukan
ide.Salim yang menyalip antrian dan bergerak dari kanan melebar dari jalur
membuat kami mudah menyalip antrian, walaupun yang kami lalui itu pasir dan
kerikil kecilnya lebih labil dan kaki terus terusan melorot tapi membuat kami
tetap terus bergerak tidak terhalang oleh antrian panjang.Memed dan salim
melaju lumayan cepat, sementara saya dan Elang dibelakang.Jujur saja saat itu
dibenak terpikir inilah perjalanan summit yang menguras tenaga yang pernah saya
jalani namun itu tidak mengalahkan semangat saya untuk bisa berdiri lebih
tinggi dari puncak Semeru.Sekitar pukul 04:00 adalah waktu dimana saya merasa
kalah oleh rasa kantuk yang teramat membuat saya ingin merebahkan badan, tetapi
Elang yang terus melangkah mengikuti Salim dan Memed membuat saya mengambil
keputusan untuk tetap ikut melangkah. Memang mata dan otak tidak bisa
dipisahkan dari rasa ngantuk sampai akhirnya terucap dari bibir saya “ om
duluan aja aku pelan-pelan, karena aku gak bisa ngikuti tempo langkah kalian,
tapi kalo nyusul sampe atas aku bisa”. Karena kondisi ramai saya berani
mengucapkan itu, dan Elangpun perlahan meninggalkan saya yang berjalan bersama
pendaki lain, saat saya yang tidak sanggup melawan ngantuk dan Elang yang tidak
tahan dengan dingin dan antrian itu maka kami benar-benar terpisah namun mereka
masih terlihat dari pandangan saya.
Memang mata yang
tidak bisa diajak kompromi akhirnya saya memutuskan untuk minggir dari jalur
dan merebahkan badan sejenak, memejamkan mata dipinggir jalur walaupun saat itu
saya sadar itu bukanlah tempat aman karena memang terlalu terbuka, sambil
memejamkan mata saya berpikir jangan sampai terlelap. Saya tesadar dan
terbangun karena mendengar teriakan pendaki lain dari atas “
batu,,,batu,,batu!!!” dengan terkejut saya melihat arah atas memperhatikan batu
yang meluncur dari atas. Sial!!! Setelah saya lihat batu hanya sebesar kepalan
tangan dan bukannya diberhentikan malah Cuma dilihatin saja sama para pendaki
dari atas. Dan untuk kedua kalinya teriakan “ batu,,batu,,batu terdengar lagi.
Kebetulan batu mengarah kearah saya sekitar sebesar bola kaki, entah kenapa
refles saya keluar dan menangkap batu menjatuhkan badan layaknya seorang kipper
sepak bola.Saat itu terlintas dalam pikiran saya tentang pendaki yang hanya
teriak ketakutan melihat batu sekecil itu meluncur dari atas jangan-jangan
mereka korban film 5 Km itu.Melihat kearah atas ternyata Elang, Salim dan Memed
sudah menjauh dan terus bergerak sayapun harus terus bergerak berjalan keatas,
hanya berjalan sekitar sejam lagi-lagi mata dan otak mengajak saya untuk tidur.
Segala cara sudah saya lakukan untuk melawan kantuk namun sia-sia saja, mata
memang susah diajak kompromi dan sayapun memutuskan mencari batu besar dan
tidur di balik batu besar yang kokoh agar aman dari serangan batuan-batuan
kecil yang melorot dari bawah. Menurut saya itulah tempat aman untuk merebahkan
badan disepanjang jalur itu.
Yang benar
saja!!! Langit sudah terkena bias sinar matahari pagi, sontak saya terkejut dan
melihat kearah langit timur. Bias jingga sudah terlihat dan matahari mulai
terbit, indah sekali pemandangan dari tempat tidurku saat itu, kumpulan awan
yang begitu luas membuat saya merasakan bangun tidur paling indah waktu itu dan
mengingat puncak masih harus dipijak karena memang sudah terlihat dekat puncak
Semeru kala itu. Dengan semangat masih menggebu walaupun stamina yang saat itu
sudah terkuras abis langkah kaki saya tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah
sampai akhirnya saya bertemu dengan cewek yang menyalipku berjalan “ ayo-ayo
dikit lagi,,semangat…” ucapnya begitu. “ok kak,,, ayok kita semangat, oh iya
kak,, punya cemilan yang bisa dikunyah?” . si kakak pun menjawab “ ada nih
coklat di kantong tas kecil ambil sendiri yah,,” dengan menghentikan langkahnya
membelakangiku dan membiarkanku mengambil coklat ditas yang dikenakan. Ternyata
si kakak adalah cewek yang kami kenal dan kami usilin di Ranu kumbolo dan saat
itu juga belum tau siapa nama kakak itu. “ada?” ucapnya kepadaku “ada kak,,,
kumakan yah” jawa saya. Setelah berbincang sembari menikmati coklat yang
direlakannya saya makan, saya pun kembali menemukan stamina baru.Jalan yang
awalnya sudah letoy tiap sepuluh langkah berhenti sudah bisa melaju lagi. Langit
yang semula masih bersahabat namun sudah berubah menjadi terik padahal waktu
masih menunjukkan pukul 06:30, dan puncak yang sudah jelas kelihatan ternyata
belum kunjung sampai. Melihat kearah belakang yang semula begitu ramai dan
banyaknya orang mendadak menjadi sepi, bukan malah menuju keatas mereka
berjalan, tetapi menuju kebawah kembali sambil beberapa kali saya menyalip
melewati pendaki yang sudah putus asa, ada yang muntah, ada yang menangis ada
yang menyesali kondisi staminanya bahkan ada yang merayu pasangannya yang sudah
tidak sanggup untuk bersabar dan kembali turun. Dari hal itulah saya melihat
banyak kejadian memilukan dan menyentuh hati, dan rasa lelah saati itu harus
menjadi semangat bukan malah menjadi penghalang.

Dibelakang saya
ada dua orang pendaki yang salah satunya sudah tidak sanggup namun terus
dikasih motivasi sama temennya, saya juga memberikan motivasi “ ayo bang itu
puncak,, masak sih abang kalah samaku yang agak lebih berat ini dari pada abang
yang kecil mungil itu” sambil mengambil air minum yang dipegangnya saya
meminumnya sedikit dan berkata “ makasih bang,, air abang buat staminaku naik
lagi” ayo bang!!!” perlahan langkahku berlalu meninggalkan mereka berdua. Dan
melihat kakak yang tadinya didepanku berkata “ini udah puncak,,, beneran
ayok!!!” serunya begitu. 20 meter sebelum puncak terdapat batu-batu besar,
disitu saya berhenti dan berteriak memanggil salim dari bawah “ Lem pay,,,,lem
pay,,, celai leeeeee,,” terdengar ketawanya dan langkah kaki berlalri
menghampiri saya “ woy sempak,,, nyampai juga kau,, mana kameramu? Cepet sini,,!!!”.
Melihat ternyata mereka masih di atas membuat saya bergegas naik melewati
sela-sela batu betar dan memanjat sedikit. Dengan mengucap Alhamdulillah sampai
juga, langsung saja saya memeluk ketiga rekan saya sambil melepaskan jaket dan
hanya mengenakan kaos tipis menikmati tiupan angin dingin dan sinar matahari
sambil menikmati kopi dingin yang mereka sisakan buat saya ternyata itulah saat
dimana kami merasakan kebersamaan yang lebih tinggi dibandingkan puncak
Mahameru. Ternyata disitu saya juga di ledekin oleh mereka “udah puas kau
tidur?Enak kali bisa ngorok kau ya!!!” ahahahahahahahaha, kejadian tidur saya
itu ternyata disaksikan oleh bang Gie yang selanjutnya membicarakannya ke
mereka saat dipuncak sebelum saya tiba. Ternyata tanpa disadari saat
dipertengahan jalur tadi saya menyalip bang Gie dan kak Ani sebelum saya
tertidur. Dan setelah saya tertidur bang Gie kembali menyalip saya dengan
melihat dan mendengar ngorok saya, aduhhhh!!! Kejadian sangat memalukan.
Setelah rombongan yang awalnya sempat berpencar, kamipun kembali bersatu dan tumpah
menumpahkan kegembiraan kami sembari berfoto ria.

Hal yang
menggembirakan adalah dimana saat kami berada dipuncak melihat ledakan kawah
yang menjadi keunikan dan ciri khas di puncak Mahameru, dan ledakan itu
menerbangkan kerikil-kerikil kecil serta kepulan asap bercampur debu yang
menggumpal dan menjulang tinggi ke atas. Seakan ledakan itu adalah pertanda
selamat dating dan selamat sukses bagi siapa saja orang yang berada di
puncaknya. Kalo yang saya rasakan ya seperti itu sih!!! Ledakan rasa
kegembiraan bisa berdiri di puncak tertinggi tanah jawa. Sangking melegendanya
Jonggring saloka, “yahhhh,,, itulah nama ledakan itu”, tidak sedikit orang yang
sengaja menunggunya untuk mengabadikan momen. Dengan selang waktu antara 10-30
menit sekali Jonggring saloka muncul. Kamipun tidak menyia-nyiakan momen yang
langka ini, apalagi salem yang memang ababil dengan foto-foto, dikit-dikit
minta difoto. Kadang juga modus minjem hp orang terus sekalian minta no hp atau
pin bb bahkan sampai sosmed pun diminta dia. Kalo jumpa yang namanya salem
hati-hati ajalah, ni manusia banyak modusnya, wkwkwkwkwkwk.
Kebetulan saat
itu mendekati hari jadinya Telapak Sumut ke empat yang hanya menunggu dua bulan
lagi maka, hadiah yang bisa saya berikan hanya sebuah foto pertanda doa saya
yang saya panjatkan. Elang yang juga melakukan hal yang sama, karena Telapak
Sumut merupakan rumah baginya.
Ada sedikit
pertanyaan kami “kemana semua orang yang tadi malam ramai dijalur kok diatas
sepi begini ya?”Padahal saya yang bisa dikatakan paling belakangan hanya
menjumpai beberapa rombongan saja yang turun dari puncak. Sejam lebih kami
berada diatas ternyata memang bener, banyak rombongan pendaki lain yang memang
tidak sampai puncak dari begitu ramainya orang, bersyukur kami termasuk
orang-orang beruntung yang bisa berdiri di puncak saat itu. Pukul 09:30 kami
memutuskan untuk turun, karena menurut aturan tidak dibenarkan berada dipuncak
melebihi jam 10:00 karena arah angin yang sudah berubah arah mengakibatkan gas
beracun dari kawah mengarah kearah puncak dan gas beracun itu membahayakan bagi
para pendaki. Mengindahkan aturan dan larangan tersebut, kami memilih bergegas
meninggalkan puncak saat itu juga.
Terjawab sudah
apa yang menjadi pikiran-pikiran kami saat melakukan summit, jalur yang susah
seperti ini, berpasir dan membuat lelah bisa membuat kita kecewa. Ya jelas!!!
Hampir tujuh jam kami untuk bisa berdiri dipuncak, tetapi hanya butuh sepuluh
menit saja untuk sampai di cemoro tunggal. Sambil penasarannya dengan jalur
lama, kami memilih turun dari jalur lama Arcopodo, karena saya selalu
belakangan, saya sempatkan untuk ngobrol oleh pendaki yang beristirahat di
Arcopodo yang mereka semua tidak bisa sampai kepuncak dengan muka sumringah
saya memngucapkan “diatas sana indah banget bang,, abang-abang ini harus
kembali kesini lagi”. Saya berani mengucapkan begitu, karena emang mereka
bercerita belum ada yang pernah ke Semeru satupun diantara mereka, dan sambil
berkata “memeang ini jalur wow,,, bisa gila kita dibuatnya”. Keasyikan ngobrol
membuat rekan-rekan saya berlalu meninggalkan saya bersama pendaki lain. Mereka
memilih turun duluan, sementara saya masih santai di Arcopodo dengan rasa
penasaran mencari keberadaan-keberadaan batu prasasti para pendaki yang
meninggal di Semeru. Ada sekitar lima buah prasasti yang saya temui. Setelah
puas di Arcopodo sayapun kembali turun menuju kalimati untuk berkumpul bersama
mereka.Setelah berjalan kurang lebih 20 menit saya sudah sampai ditenda dan
melihat tumpukan makanan yang sudah disiapkan Diaz yang baik hati sudah
memasakkan untuk kami yang kelelahan dan kelaparan dari puncak. Sungguh kami
salut dengannya yang mempersiapkan makanan dan mengambil cadangan air dari
sumber mani.
Sembari ngobrol
kami pun menceritakan tentang jalur yang hampir membuat gelisah, Elang yang
berkata “aku udah mau turun aja tadi malam, kubilang sama salem,, balek lah aku
lem,, tapi salem ngotot ngelarang aku balek” pengakuan Elang yang hampir nyerah
membuat kami semua menceritakan hal yang sama saat itu. Selesai makan kami
mencari posisi masing-masing untuk tidur dan mengembalikan tenaga untuk
prjalanan selanjutnya. Pukul 13:30 kami semua terbangun dan langsung saja
packing, bang Gie, kak Ani dan mas Irol yang duluan selesai packing berpamitan bersama
kami untuk duluan turunke Ranu pani karena memang pada hari itu juga mereka
harus sudah sampai di Malang.
Waktu saat itu
menunjukkan pukul 14:00 dan kami perlahan meninggalkan kalimati dengan tempo
berjalan yang sedikit lebih ngebut berharap dapat sampai di Ranu kumbolo
sebelum matahari terbenam. Kami turun berbarengan dengan kak Yeyen,Diaz, bang
Rivky dan kak Septi namun tujuan kami
tidak langsung ke Ranu pani melainkan bermalam dulu di Ranu kumbolo sementara
mereka langsung turun ke Ranu pani. Lima belas menit berlalu kami meninggalkan
pos Kalimati dan sampailah kami di pos Jambangan, di Jambangan kami terkaget
dan heran banyak sekali pendaki yang menanyakan asal kami dari mana, karena
emang kejahilan dan keusilan kami sampai disebarluaskan oleh pendaki-pendaki
lain saat itu dan langsung deh kami menemukan kenalan baru lagi. Kebetulan juga
saat itu kami bertemu dengan dua orang pendaki yang waktu berangkat kami satu
jeep, mereka saat itu masih baru mau naik dan langsung deh kami berfoto ria
lagi dengan mereka.
Puas dengan
obrolan dan candaan di Jambangan kamipun melanjutkan perjalanan, dan saat
perjalanan turun kami tidak banyak istirahat dan tidak terasa sudah sampai di
cemoro kandang. Sekitar lima menit berhenti minum dan meluruskan kaki kami
langsung tancap gas menuju Ranu kumbolo, melintasi Oro-oro ombo berfoto sejenak
mengabadikan momen dan melanjutkan lagi langkah kaki kami. Saat di Oro-oro ombo
kami melintasi tebing melipir ke kanan bukan dari jalur saat kami berangkat
sebelumnya.Sesampainya di punggungan yang memisahkan antara Oro-oro ombo dan
Tanjakan cinta, kami menyempatkan lagi berbincang mengobrol dengan teman-teman
baru kami yang memang aneh jika dibahas.Kenapa tidak? Sebeb awal mula kami
kenal di punggungan itu saat berangkat dan kembali berjumpa lagi di lokasi yang
samasaat perjalanan turun.Sungguh kejadian yang tidak disangka dan disengaja.
Menuruni
tanjakan cinta dan menimati indahnya pemandangan Ranu kumbolo sore itu membuat
kami betah dan itulah alasan kenapa kami ingin bermalam lagi di Ranu
kumbolo.Lokasi untuk mendirikan tenda sudah kami tentukan namun saat itulah
kami harus berpisah dengan saudara baru kami, satu-persatu kami berpamitan dan
berjabat tangan berharap suatu saat dapat berkumpul dan bercengkrama bersama
lagi.Mereka berempat berlalu meninggalkan kami dan sore yang saat itu masih
terang menunjukkan pukul 17:00 menjadi suasana hening sesaat. Jika biasanya
melihat air apalagi danau setelah turun dari puncak pasti rasa ingin nyebur dan
mandi ke danau begitu besar, seperti jika turun dari puncak sinabung yang
di Sumutpastinya langsung nyebur ke
danau Lau kawar. Tetapi tidak di Ranu Kumbolo sebab dilarang keras untuk mandi,
mencuci apalagi sampai buang air. Jika larangan itu dilanggar maka siap-siap
deh di black list seumur hidup tidak
boleh masuk ke kawasan TNBTS lagi, hali itu dikarenakan Ranu kumbolo sebagai
tempat suci dan airnya jg suci bagi umat hindu. Makanya tidak jarang jika ada
acara-acara keagamaan Hindu tiap tahunnya di gelar di Ranu kumbolo, dan kesakralannya
yang menurut kepercayaan hindu itu di pertegas dengan sebuah peninggalan
prasasti kuno yang berada di tepi danau dengan tulisan aksara jawa kuno dan
jika di ejakan tulisan tersebut adalah “Ling
deva pu kameswara tirthayatra” tirtha
artinya air sakral/suci dan yatra
artinya perjalanan spiritual, sementara kameswara
adalah nama salah seorang raja jawa kuno yang memerintah kerajaan Kediri
sekitar tahun 1180 - 1190-an dan angka tahun di prasasti itu menurut sejarawan
berkisar pada 1182 M. jadi itulah alasan mengapa ranu kumbolo serta airnya
sangat di sucikan. Dan kami pun diberi tau oleh salah seorang petugas TNBTS
yang saat memberi brefing beliau menjelaskan hal itu.

Tenda pun
selesai kami dirikan dan malam yang menjadi malam terakhir kami saat itu di
Ranu kumbolo tidaklah kami sia-siakan begitu saja sebab indahnya malam saat itu
membuat siapa saja terpukau, ribuan bintang yang bertebaran di langit serta
kabut tipis yang menyelimuti Ranu kumbolo menjadikan suasana hati menjadi
tenang. Selesai masak makan malam pun kami laksanakan dengan cepat.Namun memang
dingin malam itu ditambah lagi badan yang terasa letih membuat kami berguguran
satu-persatu dikalahkan rasa ngantuk yang luar biasa.Tapi sebelum kami masuk
tenda untuk beristirahat, tiba-tiba teriakan dan kehebohan desebelah tenda kami
terjadi.Seorang pria yang saat itu berdiri mengarah ke Ranu kumbolo mendadak
tumbang terjatuh dan pingsan, kebetulan tetangga satu kavlingan tenda kami itu
mereka ramai dan dengan sigap mereka langsung mengevakuasi korban kedalam tenda
untuk memberikan pertolongan.Setelah kami tanyakan ternyata korban mengalami
hipotermia disertai halusinasi berlebih. Perlu diketahui bahwa hipotermia yang
disertai halusinasi jika penanganannya tidak benar, maka akan berakibat fatal,
sebab jika tidak teliti hal itu malah bisa membuat nyawa seseorang melayang
karena gejala tersebut mirip dengan orang yang sedang kerasukan. Untungnya
mereka adalah Tim yang benar-benar sudah terbiasa melakukan pendakian, ya!!!
Mereka adalah rombongan open trip dari salah satu komunitas yang ada di
Jakarta.
Setelah kami
tanyakan aman atau tidak kepada mereka dan mereka pun menjawab “aman bang”,
kami langsung membereskan perlengkapan masak dan masuk kedalam tenda untuk
istirahat berharap keesokan hari terbangun subuh untuk menikmati sunrise di
Ranu kumbolo yang terkenal akan keindahannya. Tapi apa daya saat pagi
menjelang, rejeki pagi itu tidak berpihak pada kami, kabut yang menyelimuti
seluruh permukaan Ranu kumbolo hingga menutup langit membuat matahari tidak
menampakkan wujudnya. Seolah terhalang oleh tembok raksasa putih yang berada di
depan kami.namun keindahan lain tercipta, suasana pagi yang benar-benar terasa
membekukan tulang dan mata. Ditemani kopi pagi hari kami berbincang dan
mengobrol akan kemana lagi setelah ini. Tujuan kami yang memang tidak bisa disatukan
membuat kami harus berpisah sesaat setelah kami selesai turun dari Semeru.
Setelah
bercengkrama dengan pendaki satu kavling dan tidak ketinggalan dengan keonaran
yang kami timbulkan membuat kami semakin akrab dengan mereka yang berasal dari
mana saja.pukul 10:30 kami melakukan packing bersiap melanjutkan perjalanan
turun menuju Ranu pani. Berpamitan dan saling meninggalkan barang
kenang-kenangan membuat suasana perpisahan saat itu menjadi awal mula
perjalanan kami selanjutnya ( kisah
perjalanan dalam tulisan berikutnya).
Belum lagi beranjak meninggalkan Ranu kumbolo tiba-tiba terdengar suara
panggilan “bang ayo foto bareng,,,bang ayok makan dulu,,” emang sedari awal
kami adalah manusia yang tidak punya malu akhirnya kami mengiyakan tawaran demi
tawaran dari mereka untunglah perutpun kenyang jalan kamipun jadi kencang.Berjalan
meninggalkan Ranu kumbolo seakan berpisah dengan sebuah keluarga yang harmonis,
tentram dan damai. Pos 4 yang tepat berada di atas tebing danau Ranu kumbolo
menjadi tempat peristirahatan pertama kami, di pos 4 kami bertemu dengan bocah
perempuan kecil yang ditemani ayahnya sebelumnya kami bertemu di Klimati dan
kembali bertemu lagi di pos 4 saat turun. Namun karena larangan batas usia
minimum untuk sampai dipuncak, bocah cantik tersebut hanya sampai di batas
vegetasi saja. Saat kami berbincang dengan bocah cantik tersebut, kami berempat
sempat tertunduk dan memohon jangan melanjutkan pembicaraan. Elang langsung
berlutut dan memberi salam karena kami semua kagum dan malu sendiri, gilak!!!
Entah sudah berapa gunung di Indonesia yang pernah di daki sama bocah cantik
tersebut. Ditemani ayahnya yang memang seorang adventurer lebih dari 11 gunung
tertinggi dibeberapa pulau yang sudah didaki.
Puas ngobrol
bercanda ria kamipun sempat mengabadikan momen bersama mereka, sambil
berpamitan dan bergegas menuju Ranu pani dengan membayangkan lezatnya bakso di
Ranu pani kami melangkah kencang meninggalkan pos 4.dipertengahan antara pos 4
dan pos 3 kami bertemu dengan wanita manis yang wajahnya tidak asing bagi kami
sedang berjalan terpincang-pincang dibantu salah seorang temannya. Ternyata
kakak yang kami usilin di anu kumbolo saat hari pertama dan sekaligus kakak
yang memberi saya coklat saat perjalanan summit waktu itu.sedari awal kami
semua penasaran dengan namanya, dan Elang memberanikan diri untuk membantunya
dari belakang sementara temannya itu membantu dari depan. Dengan berjalan
digandengmelalui jalur yang sempit dan menurun kamipun mencoba menghibur dengan
mencomblangi Elang dengan wanita manis itu. Setelah ditanya siapa namanya
ternyata terjawab sudah, “Defy” wahhhhh!!! Akhirnya tau juga kami namanya.Elang
yang sedari awal saat di Ranu kumbolo tertarik dan mencuri-curi pandang
akhirnya dapat bergandengan tangan. Bang Ivo yang semula menggandeng dari depan
akhirnya kami paksa untuk memberi pengertian, hehehhehehe,,, pertolongan
pemaksaan.
Pos 3 telah
berada didepan mata, kamipun hanya menyempatkan istirahat sambil membeli
beberapa potong semangka yang dijual di pos itu lalu kembali berjalan dengan
mengawal kak Devi yang memang harus diberikan pertolongan.Pos demi pos kami
lewati hingga sampailah kami di Landengan
dowo menyempatkan untuk berfoto sejenak kemudian berjalan beriringan
membuat kami tidak habis akal untuk mencomblangi mereka berdua, alasan merubah
posisi berjalan meninggalkan mereka dibelakang membuat Elang makin salah
tingkah.Kata-kata yang selalu diucapkannya “udah berapa tahun enggak megang
tangan cewek gandengan kayak gini” ihhh kami yang saat itu berjumlah delapan
orang beriringan ingin muntah mendengar modusnya. Saya, Memed, Salim, Ivo,
Apri, jony dan bang hendra beserta pacarnya yang berjalan didepan berlalu
meninggalkan mereka berdua bergandeng tangan selepas dari Watu Rejeng. Dan
kamipun meminta ijin kepada Elang dan kak Defy untuk duluan dengan alasan
kebelet boker.
Kami memutuskan
meninggalkan mereka saat di Watu Rejeng karena jarak yang memang sudah dekat
dari Ranu pani. Melihat Apri yang membawa lemari 2 pintu ( bawa dua cariel )
masih bergerak lincah disertai dengan langkah setengah berlari kami memecah
keheningan, bergurau dengan beberapa pendaki yang kebetulan berpapasan membuat
kami tidak sadar ternyata kami sudah keluar dari pintu rimba. Bayangan lezatnya
bakso yang ada di basecamp Ranu pani membuat kami semakin lupa dengan Elang dan
kak Defy yang sedang asik bergandengan tangan dibelakang sana. Betapa
terkejutnya kami saat tiba di posko Ranu pani, padatnya pendaki berjubel
memenuhi pelataran dan bangunan-bangunan yang ada di sana. Tidak terbayang
berapa ribu jiwa yang hadir saat itu demi bisa berdiri dipuncak Mahameru.Namun
rasa kaget tersebut terkalahkan oleh rasa bakso yang kami pesan, jika saya
habis dua mangkok ternyata Memed sudah tiga mangkok salim yang hanya semangkok
namun masih meneyeruput milik mamed.Bener-bener rindu deh dengan rasa khas
bakso yang dijual di Ranu pani.
Setelah selesai
menyantap bakso itu, tiba-tiba dari kejauhan saya melihat Elang dan kak Devi
yang masih tetep bergandengan tangan.“ cie,,,cie,,,cie,,, masih gandengan
woy!!! Masok angen bah” teriak saya sambil memberikan tepuk tangan saat mereka
mendekat kearah kami. Sontak kerumunan pendaki lain yang berada disitupun ikut
menyoraki dan memberikan tepuk tangan kepada mereka berdua yang sok romantis.
Riuh suasana pun pecah menjadi gurauan dan kebahagiaan bagi kami yang sudah
kembali dengan selamat, sehat tanpa kekurangan apapun malah logistic kami yang
berlebih akibat pemberian-pemberian pendaki lain yang meyumbangkannya karena
mereka tau kami akan melanjutkan pendakian ke gunung lain.
Sembari menunggu
Elang dan kak Devi, Memed melapor dan mengambil identitas di pos pendaftaran
dan saya mencari angkutan jeep untuk kembali ke pasar tumpang.“ Dimana ada pertemuan pasti ada akhir untuk
berpisah”. Kebetulan saat itu rombongan kami yang hanya empat orang berarti
kami harus mencari tambahan orang agar ongkos yang kami keluarkan tidak terlalu
besar.Sementara rombongan kak Devi juga sebagian ada yang langsung turun ke
desa tumpang dan sebagian melanjutkan ke Bromo, maka kami sepakat bergabung
dengan mereka yang memang satu rombongan lumayan ramai namun terpecah tujuan
akhirnya tiga jeep pun kami pesan.Dua jeep turun di desa tumpang dan satu jeep
melanjutkan ke Bromo.Setelah saya bernego ongkos dan disepakati Rp. 300 ribu
untuk satu jeep yang kearah tumpang.Berjalan dipinggiran danau Ranu pani sambil
menatap kearah Elang dan kak Devi yang
masih tetep bergandeng tangan kamipun menuju jeep yang berada diparkiran. Dan
disitulah kami berpisah dengan beberapa dari mereka dengan berat langkah juga
harus meninggalkan Semeru dengan segala keindahannya.
Sebenarnya
banyak lagi cerita-cerita dari kejadian saat perjalanan ke Semeru, namun tidak
semua bisa diceritakan disini karena terlalu banyak dan tulisan inipun dibuat
setelah sepuluh bulan berlalu dan perjalanan selanjutnya tentu akan kami
jadikan cerita juga, namun dalam tulisan berikutnya.
