April 13, 2017

ANTARA SAUDARA, SAHABAT, DAN CINTA MENUJU TANAH TERTINGGI JAWA



            Berawal dari hanya sekedar obrolan dan gurauan disela-sela dinginnya udara sore, ditengah hutan dipuncak deleng singgalang ( salah satu gunung di sumatera utara ) yang kami lakukan sekitar bulan dua 2016 silam. Pendakian yang menurut saya adalah perjalanan yang paling ramai yang pernah saya lakukan.Hal itu dikarenakan ajakan dadakan dari salah seorang teman saya, dan perjalanan itu terdiri dari beberapa rekan-rekan komunitas pecinta alam yang sulit saya sebutkan satu persatu, maklum rame bener ada Sembilan belas orang.
            Pada saat  itu kebetulan saya satu  tenda dengan para perjaka-perjaka yang agak sedikit punya gangguan jiwa, dan akhirnya kumpulah kami para lelaki setengah waras, hehehehe,,,,Ditemani dua gelas kopi hitam kami yang awalnya hanya bercerita hal konyol ketawa-ketiwi sambil ngisengin temen dengan berbalas kentuuutttt dalam tenda ( ihhhh jangan dibayangin baunya seperti apa!!!) salah seorang dari kami melontarkan kata-kata “aku pingin ke Semeru”.Perlahan tawa pun hilang dan berubah menjadi pembahasan serius dan penuh perencanaan. Oh iya!!! saat itu didalam tenda kami berlima; elang, memed, tempe, sangkot, dan saya ( Lisdy ).
            Jujur baru kali ini saya melihat wajah serius mereka, wajah penuh antusias (bukan wajah kebelet b**er hehehehehehe,,,) singkat cerita terjadilah kesepakatan untuk berangkat di awal bulan Mei. Sambil mencari info dari teman-teman saya di sosmed tentang kapan pastinya jalur pendakian di Semeru dibuka. Maklum saja!!! Karena pihak TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru) itu punya jadwal rutin untuk penutupan jalur pendakian tiap tahunnya.Hal itu dilakukan oleh pihak TNBTS agar vegetasi dan ekositem alam disana tetap terjaga. Maklum saja!!! tidak semua orang sadar akan kelestarian alam dan lingkungan sekitarnya yang sedang ia tempati. Apakah itu berkaitan dengan sampah atau aksi-aksi yang tidak baik dari tangan jahil. ***Kalo kalian yang sedang baca tulisan ini termasuk orang yang seperti apa? Wayo!!! Semoga kita semua termasuk dalam golongan orang yang terus bisa menjaga, melestarikan, dan peduli dengan alam dan lingkungan sekitar.“Amin ya Allah”.
            Sekilas tentang gunung Semeru adalah gunung berapai aktif dan merupakan gunung tertinggi di pulau Jawa. Dengan puncaknya yang bernama Mahameru( 3676 mdpl/masl) merupakan gunung berapi ke 3 tertinggi di Indonesia. Gunung semeru dianggap gunung suci bagi penganut agama tertentu, gunung yang dipuncaknya diyakini sebagai tempat bersemayamnya dewa-dewa dan danau indahnya yaitu Ranu Kumbolo ( 2400 mdpl/masl ) sebagai tempat mandi para dewa. Terletak di antara dua kabupaten yaitu, kabupaten Malang dan Lumajang, menjadikan gunung ini adalah tempat yang selalu ramai dikunjungi karena keindahan dan eksotisnya pemandangan alamnya.
            Waktu semakin dekat dengan keberangkatan dan tersisa seminggu lagi, saya memutuskan untuk memesan tiket berbarengan dengan memed dan elang, kebetulan ada teman yang bekerja di maskapai kamipun tanpa basa-basi meminta tiket paling murah alias tiket promo,, hehehehehehe,, biar irit biaya. Kenapa Cuma kami bertiga yang pesan tiket?Kemanakah Sangkot dan Tempe? Yap!!! Mereka berhalangan untuk pergi dikarenakan ada urusan masing-masing ( Sangkot diiket mamaknya dan si Tempe lagi hamil ) wkwkwkwk,,, piss yak!!! Gak boleh marah loh!!!. Berhubung si Elang yang sejak bulan tiga stay di Batam jadi dia sepenuhnya mempercayai kami yang di Medan untuk mengurus dan mempersiapkan keberangkatan serta perlengkapan yang akan dibawa.
            Tepat pada hari kamis malam tanggal 29-04-2016 saya dan Memed memutuskan untuk breafing persiapan keberangkatan tanggal 31-04-2016. Kami sepakati untuk berunding di pos-2, yah!!! Inilah tempat orang-orang setengah waras dan kurang jinak berkumpul ( hihihihi,,,piss ya woy!!!) tempat yang menjadi rumah bagi beberapa komunitas pecinta alam di kota Medan kebetulan ada teman yang sudah pernah kesana, jadi kami ingin mencari informasi dan bertukar pikiran dengan beliau (I’am belguk). Setelah beberapa menit kami diberikan informasi tentang gambaran jalur pendakian ia pun beranjak meninggalkan pos 2. Lalu salah seorang rekan kami yang seolah jauh dari pembicaraan kami bertiga tadi dating menghampiri, dan dia berkata “ klen mau kemana? Kok kayaknya serius kali pembicaraan klen!!!”. Saya dan Memed pun saling bertatapan dan memed menjawab “ kasih tau gak ya!!!” sambil tertawa ( huahahahahaha) salim pun semakin serius bertanya dan akhirnya dijawab juga sama memed “kami mau ke Semeru”. Dengan wajah yang sedikit ganteng Salim pun berkata “seriuslah woy!!!”. Sambil tertawa saya perlihatkan pesanan tiket di HP saya, sambil setengah bingung ia berucap “ akuikutlah!!! Cepet klen tanya masih ada gk tiket yang satu pesawat sama kalian? Pesenkan aja dulu!!! Uangnya besok siang kutransfer. Setelah semua urusan sudah selesai dan segalaa sesuatunya sudah dipersiapkan, akhirnya kami bertigapun berangkat dari medan hari sabtu. Sengaja kami pilih penerbangan yang transit di Batam agar bisa berbarengan dengan Elang menuju Surabaya. Lengkaplah sudah tim kami yaitu memed (Ucok Butet Bersaudara Jalan Jalan), Salim (Medan Advanture Community), Elang (Telapak Sumut Adventure) serta saya sendiri yang tidak membawa bendera bahkan nama komunitas alias petualang kecil.
“Dasar perusuh” ya itu lah kami yang sejak awal dibandara sampai ditujuan selalu aja ada ulah-ulah iseng yang kami lakukan.Dari menendang-nendang carier sampai membuat salah seorang pramugari tidak kuat menahan tawanya. Wahhh!!! Kalo bagian ini diceritain gak selesai-selesai cerita Semerunya, hihihihiihihi.Oke langsung saja.Setibanya kami di Surabaya kamipun disambut oleh mbak Noni dan mas Kris untuk singgah dirumahnya yang emang rumahnya Mbak Noni ini biasanya dijadikan basecamp untuk rekan-rekan petualang dari berbagai daerah. “Gedangan” itulah nama daerahnya.
Hanya istirahat dan beberapa jam untuk menikmati jamuan yang dihidangkan sambil bertukar cendramata, sorepun menjelang. Mandi dan bersiap menuju terminal “Bungurasih”(nama terminal di Surabaya). Kebetulan Mbak noni (eidelweis heiker)*nama samara si mbak, dan mas Kris juga hendak ke Malang pulang kerumah masing-masing, karena emang mereka berdua tinggal di Malang dan rumah di Surabaya hanya dijadikan rumah singgah saja bagi mereka. Menuju Malang kami berlima (selain mas Kris yang naik motor ke Malang) sempat menunggu sekitar satu jam karena salah seorang teman memed yang juga orang Surabaya hendak melepas rindu bertatap muka. Aseeeeekkkkkkk,,,, macam di sinetron-sinetron itulah. Disela-sela kami menunggu kami di kagetkan dengan suara kericuhan, “ ya ampun!!! Ternyata yang lagi rebut mbak Noni dengan salah seorang pedagang karna kesalahpahaman yang disebabkan pulsa yang dibeli Memed gak masuk-masuk sudah setengah jam. Sabar mbak!!! Sangar juga ternyata, hihihihihihi.
Bis yang hendak ditumpangi sudah siap berangkat. Dengan tiket seharga Rp.15.000,_ kami pun siap duduk manis dengan rute Surabaya-Malang. Emang dasar kami manusia usil, selalu saja buat heboh suasana didalam bis. Sampai suatu peristiwa yang susah dilupakan, yaitu salah seorang penumpang yang duduknya persis tepat didepan mbak Noni sedang melihat film po**o headset yang digunakannya terlepas dari ketika pak kondektur meminta uang ongkos ke bapak itu. Sontak saja suara desahan tersebut begitu kuat di heningnya suasana di dalam bis.Tanpa basa-basi kamipun menertawakan kejadian itu, hahahahahaha si bapak mungkin sedang kepingin. Kalo dari suaranya sih “Asia bukan barat” heleeeehhh!!! Kok jadi bahas ini sih?. Ok deh serius kita bahas yang ke Semerunya.
Sesampainya di Malang kami berempat berpisah dengan mbak Noni yang emang sudah ditunggu sama mas kris yang sudah sampai duluan di terminal Harjosari. Kami pun berpamitan dan mengucapkan banyak terimakasih untuk mereka berdua (kalian saudara kami). Dengan menaiki taxi yang nyatanya jika malam hari (saat itu jam 23:00) lebih murah daripada angkutan kota diterminal itu, ongkos taxi hanya diminta 40 ribu. Bergegaslah kami menuju stasiun Kota Baru Malang untuk menemui teman saya yang sudah berjanjian jauh hari sebelumnya.Tiba di stasiun Kota Baru kamipun langsung bertemu mas Teguh dan mas Pram yang sudah menunggu kami. Nongkrong di sekitaran Stasiun itu dengan suasana sangat asik, ramai muda-mudi, orang tua, bahkan anak-anak kecil yang bermain disekitaran taman didepan stasiun. Padahal waktu saat itu sudah dikatakan larut malam.Setelah urusan perut selesai, bergegaslah kami menuju rumah mas Teguh dengan mengendarai sepeda motor. Jadilah kami cabe-cabean dengan cariel besar-besar, gak kebayangkan dengan dua motor kami berboncengan tiga pake cariel, motor matic pula tuh!!! Hahahaha itulah asiknya.Sesampainya dirumah Mas teguh kami langsung istirahat dan packing ulang preapare untuk persiapan berangkat ke Ranu pane.
Pagi menjelang dan kami harus mandi, sembari menunggu pukul sepuluh untuk berangkat, kami berempat pun tidak tinggal diam dirumah saja, karena dari jam enam pagi kami semua sudah terbangun.Alhasil mas Pram memberikan ide untuk mandi di kali, dan sekalian mencari sarapan khas di daerah situ. Wow!!! Bersemangatnya kami pag itu.Dikawasan padat penduduk di sebuah daerah yang bernama “Kota Lama” kami menyusuri lorong-lorong sempit pemukiman yang tersusun rapi untuk menuju tempat pemandian itu. Sungguh tidak disangka, kami menemukan tempat pemandian umum yang keren, karena air yang digunakan untuk mandi bukanlah air sungai itu secara langsung, melainkan air yang mengalir di dinding tebing dengan sangat jernih dan segar dari sumber mata air yang berada dibawah pohon besar. Saya dan salim tidak mandi sementara memed dan elang langsung saja 97 persen bugil dan mandi dengan asiknya.
Disela-sela saya memotret dan salim melamun, elang dan memed mandi, tiba-tiba saja yang lebih p**no dari mereka muncul. Aduhhhh buk!!! Kenapa bo*er harus didepan mereka mandi? Menghadap kearah mereka pula tuh!!! Ngeliat mereka berdua saya dan salim terbahak-bahak dari kejauhan, melihat sungguh mereka tidak bisa menahan antara malu dan bingung.Karena ibu itulah mereka menyudahi mandinya dan yang membuat kami bertiga semakin tertawa terbahak-bahak karena sandal Elang persis didepan sejengkal jaraknya dengan ibu itu yang lagi asik nongkrong. Hahahahahahaha,,,,, konyol deh,,,,,.
Mandi sudah, dan kami langsung menuju tempat sarapan yang konon ceritanya terkenal di kawasan Kota Lama malang, “Nasi Rawon menu pilihan kami. Setelah selesai dengan urusan perut, kamipun langsung bergegas pulang dan sempat singgah dirumah mas Pram, karena kebetulan rumahnya berdekatan dengan rumah mas Teguh. Jam 10:00 kami langsung bergegas menuju pasar tumpang takut sampai Ranu Pane terlalu sore, kami diantar oleh mas Teguh dengan angkotnya.
Pasar tumpang adalah sebuah pasar tujuan para pendaki sebelum menuju Ranu Pane. Karena dipasar itulah kita bisa membeli perbekalan yang lengkap dan murah, juga kendaraan selanjutnya yang akan kita tumpangi menuju Ranu Pane banyak stay disitu. Setelah perbekalan logistik yang kami list sudah kami belanjakan, diantarlah kami di rumah Mas Wildan (kentung) yang sebelumnya saya sudah melakukan perjanjian dengan beliau untuk menumpang salah satu jeep miliknya. Rombongan yang berbarengan dengan kami saat itu kebetulan berasal dari Jakarta, mereka berempat dan kami berempat, jadi total seluruhnya kami delapan orang yang diantarkan untuk sampai ke Ranu Pane oleh mas kentung.
Untuk biaya jeep kami satu rombongan dikenakan biaya 700 ribu. Sembari menunggu keberangkatan, saya dan Salim segera packing logistik sementara Elang dan Memed mengurus surat keterangan berbadan sehat di puskesmas terdekat.
“ Sekilas info buat temen-temen yang ingin ke Semeru, surat keterangan berbadan sehat, sleeping bag, adalah persyaratan wajib perorangan yang wajib dibawa pribadi selain persyaratan wajib lainnya seperti: KTP dan surat ijin orang tua (bagi pelajar yang belum punya KTP). Jika ketiganya tersebut (SKBS,KTP, dan sleeping bag) tidak dibawa saat melakukan registrasi pendakian, jangan harap deh bisa diijinkan naik oleh pihak petugas TNBTS”.
Cusssssss,,,,,, berangkat,,,,jam satu siang tepatnya kami meninggalkan basecamp kentung menuju Ranu Pane sebuah desa yang menjadi pintu gerbang pendakian gunung Semeru sekaligus menjadi pusat operasional perijinan simaksi dan segala urusan registrasi serta pendataan para pendaki. Satu setengah jam lamanya waktu yang harus ditempuh dengan kendaraan jeep bak terbuka berdiri kadang juga duduk kalo pegel, berdiri lagi, duduk lagi,,elehhhh apaan sih? Macam lagu aja!!! Tapi sungguh tak terasa perjalanan yang kami tempuh dikarenakan obrolan serta canda gurau dari teman-teman baru kami dari Jakarta, sungguh indahnya pemandangan yang di perlihatkan Allah Yang Maha Esa membuat perjalanan kami yang semula bosan sekitar dua puluhan menit berubah menjadi decak kagum. Sumpeeeehhhhh!!! Indah memang suasana alamnya,, gugusan bukit dan hutan pinus yang dingin banget, perkebunan sayur mayor yang unik, dan hamparan kawasan pegunungan Bromo yang eksotis. Argghhhhhh%#$@%!^&#& susah move-on jadinya kan!!!.
Jeep melambat dan perlahan berhenti, pertanda kami sudah sampai di Ranu pane. Baru saja turun dari Jeep kami di kagetkan dengan alunan musik yang suaranya sama sekali belum pernah terdengar ditelinga. Musik khas suku Tengger, Alhamdulillah rejeki emang sedang berpihak dengan kami.Dari kejauhan perlahan mendekat menghampiri kearah kami. Ternyata itu adalah acara arak-arakan seorang bocah laki-laki yang di Khitan ( disunat ) dengan menunggangi kuda. Setelah saya tanyakan dengan mas Kentung akan hal tersebut, ternyata itu adalah tradisi masyarakat asli Tengger beliau juga menjelaskan kuda yang sudah diberi hiasan dan dijadikan untuk kuda arak-arakan itu dinamakan kuda Ronggeng.


Registrasi dan perijinan simaksi kami urus dan masing-masing bagi tugas, memed bertugas registrasi pendaftaran, saya mencari info lokasi breafing dan mengecek lokasi breafing apakah masih bisa masuk atau harus nunggu kloter berikutnya, sementara Elang dan Salim bertugas untuk menghabiskan dagangan abang-abang tukang bakso alias makan bakso. Woooooo!!! “Makan aja kerja kalian ya!!!” gurauku saat menghampiri, “ bang bakso pake mie putih satu mangkok” hehehehe,, sahutku ke abang tukang bakso, sumpah itu adalah bakso terenak saat itu dan emang seger, karena udara dingin dan harum daun sup nya membuat saya ngiler. Oh iya!!! Jika sudah tiba di Ranu Pane harus segera registrasi dan ikutlah breafing, untuk mendapatkan formulir simaksi.Breafing yang dilakukan oleh petugas TNBTS bertujuan untuk kembali mengingatkan tentang persiapan, resiko, bahkan bahaya yang dapat terjadi pada pendakian. Ya!!! Walaupun jalur yang jelas dan rute yang tergolong cukup terbuka, namun di Semeru sudah sering terjadi korban para pendaki yang nyasar, ada yang selamat ditemukan, ada juga yang meninggal dunia, danada juga yang pulang hanya tinggal nama alias tidak pernah ditemukan. Untuk registrasi, para pendaki di kenakan biaya sebesar Rp. 17.500,_  pada hari biasa dan Rp. 22.500,_ untuk hari libur.
Setelah semua perijinan selesai, kami langsung melangkah dengan bawaan masing-masing tepat pukul 17:00 kami beranjak meninggalkan Ranu pane. Berjarak seratus meter sebelum gerbang masuk pendakian, karcis registrasi diperiksa ulang kembali, mungkin hal ini dilakukan agar data para pendaki sesuai dengan jumlah yang di registrasi oleh petugas TNBTS.Tujuan awal kami adalah Ranu kumbolo untuk mendirikan tenda.Kurang lebih sekitar 100 meter dari pemeriksaan tersebut, sampailah kami pada gapura pintu pendakian.Keceriaan dan kegilaan kami memecah suasana perjalanan kami ke Ranu kumbolo sore itu. Digapura pintu masuk jalur pendakian kami membuat onar dengan mengganggu rombongan lain saat mereka berfoto ria, wahhh!!! Suasana tawa pun memecah rombongan tersebut, mereka malah ikut ketularan hamper gila karna ulah kami. Emang sih awalnya mereka agak jaim waktu kami usilin, tapi itulah kami!!! Tak kenal maka kenalan sekalian lah.
Hanya sekitar lima menit kami mengabadikan momen di gapura masuk, pertanda kami sudah pernah kesini, ceileeee!!! Se alay itukah kami? Kamipun bergegas kembali melanjutkan langkah menapaki jalan yang landai menuju pintu rimba, untuk masuk kejalur pendakian butuh konsentrasi saat melewati ladang-ladang penduduk yang seolah menghipnotis membuat lupa jalur masuk rimbanya.Saat di breafing sudah dijelaskan bahwa jalur masuknya sebelah kiri dan terus melipir masuk jalan setapak dari jalan utama perkampungan. Salim secara otomatis mengisi formasi paling depan untuk memperhatikan jalur tersebut, sementara kami bertiga dibelakangnya masih ketawa-ketiwi. Emang jalurnya agak sedikit tidak terlihat dikarenakan kita harus melangkahkan kaki agak sedikit memanjat ke dinding tebing jalan.Setelah dirasa itulah jalur yang tepat, kamipun terus melangkah menyusuri jalur yang sangat jelas, landau dan berkelok-kelok ditengah rindangnya pepohonan yang menjulang tinggi. Berjalan sekitar lima belas menit kami berhanti sejenak karna waktu sudah memasuki maghrib.
Dan lagi-lagi kami bertemu rombongan pendaki lain, asal Jakarta, mereka bercerita sempat keterusan mencari jalur masuk ke pintu rimba. Nahhh!!! Kan!!! Ada yang keterusan juga kan. Kamipun memutuskan melanjuti pejalanan setelah selesai waktu maghrib untuk segera menuju pos 1 agar perjalanan tidak begitu memakan waktu lama dan juga menghemat tenaga. Sekitar setengah jam berjalan kami menemukan papan bertuliskan “Landengan dowo” yang berarti kami sudah lumayan jauh yaitu sejauh 3 km.Setelah istirahat sejenak kami bergerak terus berjalan lagi dan tidak jauh dari Landengan dowokami melewati sebuah jembatan yang dinamakan jembatan cinta. Entah kenapa nama jembatan itu diberi nama “cinta”. Mungkin dulunya si cinta yang membangun jembatan itu atau ada cerita tersendiri dibalik namanya yang membuat orang kadang-kadang betanya. Lanjut berjalan lagi kami menemukan papan bertuliskan “Watu Rejeng” itu menandakan kami sudah berjalan kurang lebih sejauh 6 Km. menurut papan informasi tersebut jarak dari Ranu pani ke Watu rejeng sejauh 6 km. Tidak jauh dari Watu rejeng, kami tiba di pos-1 dimana inilah pos sebenarnya target kami untuk beristirahat duduk santai dan ngopi. Bener saja!!! Sesampainya di pos belum lagi meletakkan cariel, rejeki dari atas tiba-tiba turun dengan derasnya, pas banget buat ngopi. Awalnya di pos tersebut hanya kami berempat karena pas begitu kami tiba rombongan lain bergegas, namun mereka tiba-tiba lari kembali lagi memasuki pos-1 untuk meneduh, dan rombongan yang kami salip dibelakng kami tadipun juga ikut berteduh. Jadi deh malam itu ditemani kopi dan ganjal perut sembari membuat onar dan kekonyolan layaknya actor macam di tv tv itu loh.
Baru sebentar ngobrol dan bercanda ria kami sudah akrab dan berani kurang ajar ngeledekin mereka. Dasar orang pesong!!! ( nyindir kami sendiri ya,,,).Sejam kemudian akhirnya hujan reda, kamipun langsung tancap gas melangkah menyusuri jalanan setapak yang masih dominan landai berkelok dan panjang. Dari pos satu kami berjalan berbarengan dengan rombongan dari Jakarta dan sepasang diantaranya adalah pengantin baru yang lagi berbulan madu, cieeeeeee!!! Sek,,,asekkkk,,, euy,,, jarak pos 2 tidak terpaut jauh dari pos 1, dan kamipun melewatinya saja tidak ad niat untuk istirahat di pos 2. Ditengah perjalanan menuju pos 3 salah seorang rekan kami yang berasal dari Jakarta kehabisan tenaga karena kondisi badannya yang kami lihat tidak memungkinkan untuk terus berjalan dengan beban, Elang langsung tanpa basa-basi menggendong carielnya dan kamipun langsung secara otomatis membagi beban bawaan kami, Elang membawa cariel si Ayah ( sebutan buat teman baru kami itu) dan juga semi carielnya sendiri, Salim tetap dengan cariel 80L memed tetep dengan 60L, dan saya dengan 60L ditambah daypack saya sendiri yang semula di bawa Elang.
Sungguh kondisi badan yang tidak bisa dipaksakan, si Ayah pun berkata “saya udah nyerah gak sanggup lagi bang” serunya kepada kami, karena memang kami berempat yang mengawalnya berjalan, sementara keempat orang temanya sudah berlalu jauh meninggalkannya. Wahhhh!!! “Sungguh aneh tapi nyata” gumamku dalam hati.Setega itukah teman berjalan?Teman yang punya satu tujuan? Apakah mereka tidak berpikir jika saja ternyata tidak ada orang lain lagi yang berjalan disaat itu!!! Apakah yang akan terjadi? Sungguh kejadian yang tidak baik untuk ditiru.
Dengan terus kami beri semangat akhirnya kamipun tiba di pos 3 dengan agak sedikit kesal saya bertanya pada seluruh pendaki yang istirahat di pos 3 dengan nada suara yang agak lantang dank eras terucap dari mulut ini “woy!!! Mana nih teman-teman si Ayah? Terdengar sahutan dibawah pohon pinus yang dibawahnya banyak para pendaki duduk berbaris, “disini bang” langsung saya hampiri suara itu dan menatap wajah mereka dalam kegelapan, “memanglah!!! Dimana otak klen?Klen tinggal pulak kawan klen yang udah gak sanggup lanjutin perjalanan? Hah,, Klen pikirkan itu!!!” setelah suasana hening karena perkataanku tadi, kamipun kembali melanjutkan perjalanan menuju Ranu kumbolo yang jaraknya tidak terlalu jauh lagi. Dari pos 3 ada jalur sedikit menanjak yang hanya berjarak 50 meter dan kemudian kembali landai bahkan menurun, pertanda Ranu kumbolo sudah dekat.Pos 4 yang berada di atas lereng bukit Ranu kumbolo pun kami lewati begitu saja.Karena didepan mata walaupun malam dan gelap, kami melihat luasnya Ranu kumbolo dan lampu-lampu tenda dari kejauhan. Langkah kami pun melaju cepat karena turunan didepan sana akan menghantarkan kami ditepi Ranu kumbolo.
Di sekitar Ranu kumbolo ada dua area mendirikan tenda yang diperbolehkan, pertama area yang langsung kita jumpai saat jalan menurun dari pos 4 dan yang kedua area yang paling banyak diminati yaitu area yang lebih luas berada di tepi yang bersebelahan dengan tanjakan cinta. Sudah dari awal kami berniat mendirikan tenda diarea ini, alasnnya karena pemandangan saat sunrise itu memukau mata dan sangat indah, dan juga terdapat pos besar mengantisipasi jika cuaca tidak bersahabat apakah badai atau hujan deras, kami bisa langsung mencari tempat meneduh yang aman. Dan disitu juga ada api unggun yang sengaja dibuat oleh petugas hanya satu titik agar terjalin hubungan silaturahmi para pendaki dari berbagai tempat,daerah bahkan Negara. Itulah salah satu alasan yang dilakukan petugas TNBTS mengapa di Semeru kita tidak diperbolehkan membuat api unggun.
Setelah tiba di tepi Ranu kumbolo yaitu area camp pertama, kami langsung tancap gas menuju area camp kedua dengan melipir menyusuri tepian danau, karena sengaja kami tidak dari jalur di atas lereng, melainkan dari tepinya Ranu kumbolo, terkadang harus mngitari pohon, melangkah ke dahan tumbang karena jika tidak begitu kaki pasti masuk kedalam air. Lagi asik-asiknya berjalan tiba-tiba muncul suara “grubuaakkkk,,dan yang terjatuh ternyata saya sendiri, hehehehehe,,,. “adohhhhhh adohhhhhh astaghfirullah astaghfirullah adohhhhh woyy,,” teriakku demikian. Sontak ketiga rekanku yang berjalan didepanku langsung melihat kebelakang dan berlari menghampiriku,, disitu saya terharu. “kenapa kau beh? (tanya si Elang), “kakiku,,, adohhh”. Iya kenapa kakimu?Salim dan memed membantu melepaskan carielku. “kakiku tersangkut akar, dan keplekok” langsung mereka tertawa gila, dan langsung saja Elang memberikan kekuatannya untuk mengurut sekitar 5 menit kaki kanankupun sudah baikan. Setelah sudah bisa dibawa berjalan bahkan untuk lari lagipun bisa kami pun lanjut berjalan beberapa ratus meter saja untuk sampai di area camp.
Waktu menunjukkan pukul 23:50 itu pertanda kurang lebih 6 jam kami berjalan dan memang perjalanan santai kami sejak dari Ranu pani ke Ranu kumbolo. Setelah dua buah tenda kami dirikan, kamipun bersantai ngobrol sambil ngopi, menyantap roti ditambah abon sapi. Benar-benar suasana malam yang indah, suasana terang bulan kabut lembut dan dinginnya udara lembab Ranu kumbolo membuat salim dan memed langsung masuk tenda, sementara saya dan Elang masih sempat berfoto-foto ria. Menurut kami berdua suasana tengah malam yang saying dilewatkan, suasana hening dan sunyi, bertaburan bintang walau bulan terang.Setelah ngobrol sejenak, kamipun langsung memutuskan istirahat memngingat perjalanan besok masih panjang dan stamina kami harus terjaga.
Suasana pagi yang begitu indah menyapa saat kami keluar dari tenda, bias sinar sunrise menghantam ke wajah serta butiran embun yang jatuh membasahi setiap makhluk hidup yang ada disekitar Ranu kumbolo membuatku sedikit menghayal, kapan lagi akan kembali kesini tentunya dengan keluarga kecilku kelak, amin. Tanpa saya sadari ternyata tiga orang temanku sudah membuat onar di sekitar situ, benar-benar manusia lasak, itulah julukan buat mereka bertiga. Dengan cara masing-masing sampai kami cepat terkenal hari itu, kamipun diberi julkan “abang Medan” hahahaha,,, mungkin karena darah asal kami yah!! Banyak diantara mereka bertanya kenapa baru kali ini jumpa orang-orang aneh kayak begini ya, rame seru gila dan gak punya malu. Setelah seru-seruan berfoto-foto ria, kami langsung saja berencana masak untuk sarapan dan lanjut packing. Belum lagi rencana masak itu kami lakukan, celotehku mencium aroma masakan tetangga “ihhhh wangi kali,,, masak apa ini?” tidak lama kemudian teman-teman baru kamipun langsung mengantarkan makanan yang sudah matang yang kusindir harumnya itu, alhasil kami gak jadi masak karena sudah kenyang dengan makanan pemberian teman-teman sekitar. Hehehhehehe,,, itu trik kalo kepepet yah,, jangan ditiru.

Perutpun aman, kamipun kenyang.Packing selesai kami lanjutkan perjalanan dengan target sampai di kalimati sebelum gelap. Jam 10:30 kami berjalan menapaki tanjakan cinta yang jaraknya tidak jauh dari kami mendirikan tenda. Tanjakan cinta mitosmu sungguh membuat penasaran banyak orang (gumamku dalam hati).Salim dan memed sudah ngebut melaju meninggalkan saya dan Elang dibelakang, perlahan sungguh indah pemandangan dari tanjakan cinta jika kita menatap Ranu kumbolo. Terbius indahnya pemandangan dibelakang membuat saya tertinggal oleh Elang, disitu saya coba mengusilinya, “tok, ohh tok,,” (teriakku memanggilnya). Tapi capek-capek teriak memanggilnya dan menggodanya dengan menyebut indah pemandangan dibelakang dia tetap tidak menoleh, mungkin karena mitos itu makanya dia tidak mau menoleh.Kamipun meneduh sejenak dibawah rindangnya pohon pinus di puncak bukit tanjakan cinta dan mengobrol bersama saudara-saudara baru kami dari Jakarta bang Fardan dan bang Andri mereka dari komunitas Xarpala di Jakarta. Habis bahan pembicaraan kami langsung menuruni bukit tersebut dan langsung saja disambut padang savana yang begitu luas yaitu Oro-oro ombo. Karena terlalu bersemangat, kami berempat berlari saat menuruninya, entah apa yang merasuki pikiran secara otomatis kami langsung terjun melompat dengan maksud ingin selebrasi diatas tanaman cantik ini, saying sungguh malang ternyata luka gores yang didapat. Memed tergores dinagian paha, elang dibagian tangan, saya dan salim tidak tergores karena kami berdua menindih mereka berdua.di Oro-oro ombo mata kita dimanjakan dengan indahnya bunga berwarna ungu yang tinggi batangnya melebihi tinggi kita saat berjalan diantara tengah-tengah tanaman itu. Banyak orang beranggapan itu adalah lavender, namun sebenarnya tidak!!! Jika lavender wangi dan juga memiliki kelopak bunga lebih lebar dan batangnya tidak membuat gatal, lain halnya dengan Vaberna brassiliensis.Tumbuhan ini membuat gatal kulit dan juga ada bagian berduri dipangkal batangnya. Selain itu tumbuhan vaberna brassiliensis ini adalah parasit bagi tumbuhan sekitar, karena dapat menyerap kadar air tanah lebih banyak dan penyebarannya juga cepat, sehingga tumbuhan lain disekitarnya bisa mati dan punah. Oleh karena itu tumbuhan inilah yang boleh di potong, dipetik sesuka hati oleh pihak TNBTS guna memperlambat penyebaran, namun jika sudah dipetik tidak boleh membawanya sembarangan, melainkan dibungkus agar tidak tercecer dan membantu penyebarannya.
Setelah melintasi jalan setapak yang berupa lorong karena tingginya batang daun bunga veberna di Oro-oro ombo, sampailah kami di Cemoro kandang yang letaknya memang tidak jauh.Di\cemoro kandang kami bertemu dengan pendaki-pendaki lain dan berkenalan lagi, karena kekonyolan kami yang sering kami buat maka semakin cepat dikenal lagi dan semakin banyak lagi yang menjadi teman baru kami dalam perjalanan.Di cemoro kandang kami menikmati semangka terlezat yang pernah kami makan saat disitu.Semangka yang dijajakan para pedagang yang berasal dari desa Ranu pani itu sekaligus menjadi semangka termahal yang pernah kami makan dengan harga empat potongnya adalah 10 ribu.Teteapi menurut saya itu adalah harga yang murah, pasalnya jika kita bayangkan semangka yang mereka dagangkan harus dibawa dari Ranu pani menuju cemoro kandang dan membawanya itu tidaklah ringan. Yah!!! Itung-itung kita juga saling membutuhkan, kita butuh kesegaran dan juga butuh uang untuk memenuhi kebutuhan hidup.Intinya saling berbagi sebagai makhluk social.
Mencium aroma masakan, saya langsung mengeluarkan jurus jitu saya lagi dengan berteriak “ bahhhh!!! Wangi apa ini? Buat lapar aja pon” di sudut kanan dibawah pohon pinus besar terdengar sahutan dari sekelompok pendaki lain yang samar-samar, “kesini bang mumpung masih anget”. Sial,,,!!!Ternyata keduluan Elang dan Memed yang sudah megang piring dengan mereka.Saya dan salim bergegas kearah merka dan terkejut setelah melihat rombongan itu adalah rombongan yang kami usilin saat di gerbang pendakian.Suasanapun kembali pecah sumringah karena ulah kami berempat.Setelah selesai makan bareng mereka kami pun memutuskan agar bersamaan dan berbarenga sampai Kalimati, yaitu pos yang menjadi tujuan kami untuk mendirikan tenda di hari ke 2. Alangkah terkejutnya kami ternyata waktu sudah menunjukkan jam 13:00. Karena keasikan cerita jadi tidak terasa.
Dalam perjalanan kami ke kalimati kami akhirnya membuat regu baru menjadi delapan orang, dengan kami berempat ditambah rombongan saudara baru kami berempat. Mereka berempat adalah kak Yeyen (Pontianak), kak Septi (Tegal), bang Rivky (Tegal), dan Diaz (Salatiga walaupun aslinya Pontianak). Dari pembicaraan yang saya dan kak yeyen lakukan ada hal lucu dan sungguh mengejutkan, pasalnya ternyata setelah ngobrol sebentar saja saya merasa sudah kenal lama.Tak disangka rupanya benar adanya, saya sudah bertemana dengan kak Yeyen jauh hari sebelum ketemu di Semeru melalui dunia maya.Pernah saling inbox-inboxan di sosmed dan juga pernah membahas untuk melakukan sebuah perjalanan ke Semeru dan barengan.Namun saat itu saya belum bisa menetukan kapan barengannya, alhasil kamipun tidak pernah lagi berbalas pesan di sosmed. Tetapi yang membuat saya sungguh terheran-heran adalah keajaiban Allah itu mempertemukan kami di Semeru secara bertatap muka langsung, “jodoh mungkin”(gumam saya dalam hati) hal ini jadi penambah semangat perjalanan ini.
Kami berdepalan berjalan memang dengan tempo yang relatif santai, dengan langkah menikmati pemandangan alam serta menjadikan suasana obrolan untuk saling mengakrabkan kebersamaan kami satu sama lain. Dipertengahan antara pos cemoro kandang dan pos jambangan, kami diguyur hujan, tetapi kami memilih tetap lanjut berjalan agar sampai kalimati sebelum gelap.Waktu normal yang harus ditempuh dari cemoro kandang ke kalimati adalah sekitar 4-5 jam dan harus melewati satu pos lagi yaitu “Jambangan”.Dengan mengenakan jas hujan, masing masing dari kami tetap konsisten menjaga tempo langkah berjalan, walaupun saya dan Diaz selalu dibelakang dan terpaut lumayan jauh dari mereka, karena kaki saya yang belum normal betul dan setianya Diaz menemani saya dibelakang kami tetap dapat beriringan. Waktu sudah menunjukkan jam 16:00, kami sampai disebuah punggungan sebelum pos jambangan dan memutuskan untuk istirahat disana, sebab sejak dari cemoro kandang menuju Jambangan trek yang dilalui terus menanjak. Hujan masih dengan gerimisnya kami hanya sekedar minum dan menarik nafas sejenak di punggungan itu dan kembali melanjutkan perjalanan, menurun sekitar 50 meter dan menanjak lagi sekitar 100 meter sampailah kami di pos “Jambangan”.Dari pos ini kami semua sudah disuguhi pemandangan yang menakjubkan, gagahnya Semeru sudah terlihat jelas. Karena hujan sudah reda dan cuaca juga cerah, kami langsung melepas jas hujan masing-masing dilanjut dengan sesi berfoto ria sekedar mengabadikan momen perjalanan kami.
Selesai berdiam di jambangan sekitar 10 menitan, kamipun langsung bergegas menuju kalimati, bahkan untuk menuju kalimati sangking semangatnya kami sambil berlari.Jalur setelah pos Jambangan ke kalimati datar bahkan agak menurun sedikit, ya jelas jalur seperti ini paling enak dijalani sambil lari.Sekitar 30 menit berjalan dari jambangan, kamipun sampai di kalimati.Kalimati merupakan pos yang diperbolehkan untuk mendirikan tenda setelah Ranu kumbolo dan juga merupakan pos terakhir dan juga batas aman pendakian.Teringat saat breafing di posko jika menemukan pohon yang diikat dengan kain putih pertanda disekitar pohon tersebut kalau bisa dihindari untuk mendirikan tenda apalagi dipasang hammock karena alasan magis yang sudah diperingatkan, kamipun langsung berjalan menapaki jalan yang luas seolah berjalan di padang pasir yang luas. Karena di kalimati tanahnya berpasir halus dan jika ditiup angin menimbulkan debu yang berterbangan.Setelah memilih area mendirikan tenda yang kebetulan berdekatan dengan pos dan bersebelahan menuju jalur masuk untuk menuju puncak, dan menurut kami itulah tempat paling strategis untuk mendirikan tenda kamipun langsung membagi tugas masing-masing.Di kalimati kami hanya mendirikan satu tenda ditambah tenda mereka dua buah, jadi hanya tiga tenda yang kami dirikan.Memed, salim, bang rifky dan saya bertugas mendirikan tenda, kak yeyen dan kak septi bertugas membuat minuman penghangat badan, sementara Elang dan Diaz mengambil air untuk stok perjalanan summit dan perjalanan kembali ke ranu kumbolo keesokan harinya.Sumber air di dekat kalimati ini memakan waktu satu jam perjalanan bolak-balik dengan menyusuri jalanan setapak menurun terdapat aliran air yang di sebut dengan “Sumber Mani”.Nama tersebut itu adalah sebutan tempat bagi masyarakat tengger yang berarti sumber air.
Selesai mendirikan tenda kamipun menghangatkan badan serta memasak untuk makan malam agar kebutuhan karbohidrat tercukupi saat melakukan summit pada tengah malam nanti. Terdengar dari dalam tenda yang berada tepat didepan tenda kami dengan panggilan “abang medan” kamipun langsung menyahut, ternyata manusia yang berada didalam tenda adalah saudara-saudara kami yang semula kami jumpai di ranu kumbolo. Disitu kami merasa semakin sumringah, pasalnya mereka bertiga adalah teman-teman paling kalem yang pernah kami temui saat itu. Bang Gie, kak Ani dan mas Irol melengkapi keharmonisan kami malam itu sebelum kami beristirahat. Setelah ngobrol dan kami di beri minuman khas dari malang yaitu air Tape yang membuat hangat badan ini, kamipun tersadar ternyata bang Gie dan kak Ani adalah sepasang suami istri yang melakukan pendakian untuk merayakan bulan madu di puncak. Mereka bukanlah pasangan yang kami temui di pos 1 sebelumnya, karena mereka ini berbeda, memang pasangan yang doyan naik turun gunung saat masih lajang dan berpacaran (Romantisnya klen ahhhh!!!). Ditemani saudara bang Gie yaitu mas Irol yang asli Malang, mereka naik semeru dengan misi mengantarkan mbak Ani sampai puncak setelah sebelumnya saat pacaran mereka tidak sampai diatas. Tapi pada saat itu mereka ingin mengulang ambisi dengan status yang sudah berubah, menjadi sepasang suami istri.
Waktu menunjukkan pukul 20:30 kamipun mau tidak mau harus mengistirahatkan badan agar stamina terjaga saat melakukan summit tengah malam.Salim yang sudah duluan tertidur lelap kami minta bergeser sedikit agar saya dan Elang kebagian lapak tidur ditenda, sedangkan memed memutuskan tidur bergelantungan di hammock dengan tujuan agar tidurnya tidak terlalu lelap karna dinginnya udara malam sehingga bisa membangunkan kami semua. Ya,,, itung-itung jadi alarm kami semualah disitu. Dasar Memed,,,!!!Manusia sebijik ini tidak bisa tenang saat membangunkan orang, perasaan kami baru tertidur tapi sudah dibangunkan. Dengan agak sedikit emosi Salim merepet-merepet “ arrgghhhhh,,, sibuk kali kau med,, udah jam berapa rupanya? Masih ngantok kali ini,,!!!” (celoteh Salim). Bukannya malah makin tenang tapi memang dasar orang gila, tendapun digoyang-goyang sama Memed. Mendengar ributnya suara Memed dan Salim yang terus ngoceh, saya dan Elang langsung keluar tenda. Yang benar saja!!! Ternyata sudah pukul 23:50. Kamipun bergegas mempersiapkan peralatan untuk summit sambil membagi stock air untuk masing-masing, setelah itu kami melakukan brefing dan berdoa bersama. Kebetulan kami sepakat untuk berbarengan dengan bang Rivky, kak Yeyen, kak Septi, Bang Gie, Kak Ani dan mas Irol, sementara Diaz memutuskan tidak summit karena memang Diaz sudah pernah berdiri dipuncak Mahameru sekalian juga dia ingin menjaga semua peralatan dan tenda kami di kalimati.
“Amin,, berdoa selesai”. Tepat pukul 00:15 kami melangkahkan kaki ke pintu masuk jalur summit yang memang tepat berada di samping tenda kami, beratnya menahan ngantuk dan susahnya menarik nafas panjang-panjang. Kami harus menghadapi jalur yang memang sudah menguras tenaga, jalan berpasir dan berkerikil halus sudah kami dapati sejak berjalan sekitar 100 meter meninggalkan tenda, pasalnya jalur yang kami lalui adalah jalur baru atau jalur evakuasi bukan jalur lama yang melintasi arcopodo dan jalurnya itu tepat berada disampingnya hanya berbatas tebing sekitar 10 sampai 15 meter saja. Namun jalur yang lama saat itu juga masih dilintasi pendaki.Kami memilih jalur evakuasi tersebut dikarenakan anjuran dan saran dari seorang bapak pemandu yang memang warga setempat, beliau yang juga melakukan summit malam itu kebetulan berbarengan dengan kami. Saat itu beliau sedang memandu lima orang pemuda asal Jakarta dan beliaulah yang menuntun kami mengambil jalur tersebut. Jujur saja jalur ini membuat kaki harus berjuang penuh semenjak dari awal meninggalkan tenda, sudah curam, sempit, berpasir licin dan berdebu luar biasa.
Setiap berjalan lima puluh meter selalu saja ada yang meminta untuk istirahat, faktor-faktor suhu badan yang belum normal karena baru bangun tidur atau mungkin treknya yang memang curam tidak taulah, yang jelas pasti ada saja berhenti di 30 menit pertama. Jalur pendakian Semeru yang saat itu memang  masih baru dibuka dan malam itulah hari pertama jalur itu dilalui pendaki setelah beberapa bulan ditutup mengakibatkan masih gemburnya pasir dan tonjolan-tonjolan batu kecil membuat kaki kami selalu menaha berat badan sembari membungkuk. Sekitar sejam berjalan antrian pun mulai terjadi  saat masih diareal batas vegetasi, baik dari jalur yang kami lalui maupun dijalur lama. karena jalur lama memang persis bersebelahan saja sehingga kita bisa melihat pendaki yang melintasi jalur lama itu.
Karena antrian tersebut kamipun memutuskan untuk terus berjalan meminta ijin pada pendaki lain yang ada didepan kami yang sedang istirahat. Karena jika tidak begitu tempo berjalan akan semakin lambat dikarenakan serangan dingin dan ngantuk karena terlalu seringnya berhenti. Tepat pukul 02:30 kamipun sampai dibatas vegetasi dan beristirahat sejenak dan memutuskan memecah kelompok, bang Gie, kak Ani, mas Irol berjalan mengikuti tempo kak Ani, kak Yeyen, kak Septi dan mas Rivky berjalan duluan karena memang mereka lincah, sementara Memed, saya, Elang, dan Salim berjalan paling belakang dengan tempo santai. Dan akhirnya kamipun bergerak berjalan dengan kelompok yang sudah dipecah.
Setelah agak melipir kekiri dari tempat peristirahatan kami tadi, barulah kami menemui jalur yang menyatu dengan jalur Arcopodo yang lamadisitu sering disebut dengan cemoro tunggal dan seterusnya sudah satu jalur menuju puncak.Tempat itu dinamakan cemoro tunggal karena dahulu terdapat pohon cemara besar yang menjadi patokan untuk turun saat pendaki ingin turun namun saat ini pohon tersebut sudah tidak ada lagi.Dengan berjalan mulai memecah kelompok akhirnya kami dapat menjaga tempo langkah kami namun tetap saja suasana antrian panjang itu membuat kami sedikit prustasi, namun karena kejenuhan itulah salah satu dari kami menemukan ide.Salim yang menyalip antrian dan bergerak dari kanan melebar dari jalur membuat kami mudah menyalip antrian, walaupun yang kami lalui itu pasir dan kerikil kecilnya lebih labil dan kaki terus terusan melorot tapi membuat kami tetap terus bergerak tidak terhalang oleh antrian panjang.Memed dan salim melaju lumayan cepat, sementara saya dan Elang dibelakang.Jujur saja saat itu dibenak terpikir inilah perjalanan summit yang menguras tenaga yang pernah saya jalani namun itu tidak mengalahkan semangat saya untuk bisa berdiri lebih tinggi dari puncak Semeru.Sekitar pukul 04:00 adalah waktu dimana saya merasa kalah oleh rasa kantuk yang teramat membuat saya ingin merebahkan badan, tetapi Elang yang terus melangkah mengikuti Salim dan Memed membuat saya mengambil keputusan untuk tetap ikut melangkah. Memang mata dan otak tidak bisa dipisahkan dari rasa ngantuk sampai akhirnya terucap dari bibir saya “ om duluan aja aku pelan-pelan, karena aku gak bisa ngikuti tempo langkah kalian, tapi kalo nyusul sampe atas aku bisa”. Karena kondisi ramai saya berani mengucapkan itu, dan Elangpun perlahan meninggalkan saya yang berjalan bersama pendaki lain, saat saya yang tidak sanggup melawan ngantuk dan Elang yang tidak tahan dengan dingin dan antrian itu maka kami benar-benar terpisah namun mereka masih terlihat dari pandangan saya.
Memang mata yang tidak bisa diajak kompromi akhirnya saya memutuskan untuk minggir dari jalur dan merebahkan badan sejenak, memejamkan mata dipinggir jalur walaupun saat itu saya sadar itu bukanlah tempat aman karena memang terlalu terbuka, sambil memejamkan mata saya berpikir jangan sampai terlelap. Saya tesadar dan terbangun karena mendengar teriakan pendaki lain dari atas “ batu,,,batu,,batu!!!” dengan terkejut saya melihat arah atas memperhatikan batu yang meluncur dari atas. Sial!!! Setelah saya lihat batu hanya sebesar kepalan tangan dan bukannya diberhentikan malah Cuma dilihatin saja sama para pendaki dari atas. Dan untuk kedua kalinya teriakan “ batu,,batu,,batu terdengar lagi. Kebetulan batu mengarah kearah saya sekitar sebesar bola kaki, entah kenapa refles saya keluar dan menangkap batu menjatuhkan badan layaknya seorang kipper sepak bola.Saat itu terlintas dalam pikiran saya tentang pendaki yang hanya teriak ketakutan melihat batu sekecil itu meluncur dari atas jangan-jangan mereka korban film 5 Km itu.Melihat kearah atas ternyata Elang, Salim dan Memed sudah menjauh dan terus bergerak sayapun harus terus bergerak berjalan keatas, hanya berjalan sekitar sejam lagi-lagi mata dan otak mengajak saya untuk tidur. Segala cara sudah saya lakukan untuk melawan kantuk namun sia-sia saja, mata memang susah diajak kompromi dan sayapun memutuskan mencari batu besar dan tidur di balik batu besar yang kokoh agar aman dari serangan batuan-batuan kecil yang melorot dari bawah. Menurut saya itulah tempat aman untuk merebahkan badan disepanjang jalur itu.
Yang benar saja!!! Langit sudah terkena bias sinar matahari pagi, sontak saya terkejut dan melihat kearah langit timur. Bias jingga sudah terlihat dan matahari mulai terbit, indah sekali pemandangan dari tempat tidurku saat itu, kumpulan awan yang begitu luas membuat saya merasakan bangun tidur paling indah waktu itu dan mengingat puncak masih harus dipijak karena memang sudah terlihat dekat puncak Semeru kala itu. Dengan semangat masih menggebu walaupun stamina yang saat itu sudah terkuras abis langkah kaki saya tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah sampai akhirnya saya bertemu dengan cewek yang menyalipku berjalan “ ayo-ayo dikit lagi,,semangat…” ucapnya begitu. “ok kak,,, ayok kita semangat, oh iya kak,, punya cemilan yang bisa dikunyah?” . si kakak pun menjawab “ ada nih coklat di kantong tas kecil ambil sendiri yah,,” dengan menghentikan langkahnya membelakangiku dan membiarkanku mengambil coklat ditas yang dikenakan. Ternyata si kakak adalah cewek yang kami kenal dan kami usilin di Ranu kumbolo dan saat itu juga belum tau siapa nama kakak itu. “ada?” ucapnya kepadaku “ada kak,,, kumakan yah” jawa saya. Setelah berbincang sembari menikmati coklat yang direlakannya saya makan, saya pun kembali menemukan stamina baru.Jalan yang awalnya sudah letoy tiap sepuluh langkah berhenti sudah bisa melaju lagi. Langit yang semula masih bersahabat namun sudah berubah menjadi terik padahal waktu masih menunjukkan pukul 06:30, dan puncak yang sudah jelas kelihatan ternyata belum kunjung sampai. Melihat kearah belakang yang semula begitu ramai dan banyaknya orang mendadak menjadi sepi, bukan malah menuju keatas mereka berjalan, tetapi menuju kebawah kembali sambil beberapa kali saya menyalip melewati pendaki yang sudah putus asa, ada yang muntah, ada yang menangis ada yang menyesali kondisi staminanya bahkan ada yang merayu pasangannya yang sudah tidak sanggup untuk bersabar dan kembali turun. Dari hal itulah saya melihat banyak kejadian memilukan dan menyentuh hati, dan rasa lelah saati itu harus menjadi semangat bukan malah menjadi penghalang.
Dibelakang saya ada dua orang pendaki yang salah satunya sudah tidak sanggup namun terus dikasih motivasi sama temennya, saya juga memberikan motivasi “ ayo bang itu puncak,, masak sih abang kalah samaku yang agak lebih berat ini dari pada abang yang kecil mungil itu” sambil mengambil air minum yang dipegangnya saya meminumnya sedikit dan berkata “ makasih bang,, air abang buat staminaku naik lagi” ayo bang!!!” perlahan langkahku berlalu meninggalkan mereka berdua. Dan melihat kakak yang tadinya didepanku berkata “ini udah puncak,,, beneran ayok!!!” serunya begitu. 20 meter sebelum puncak terdapat batu-batu besar, disitu saya berhenti dan berteriak memanggil salim dari bawah “ Lem pay,,,,lem pay,,, celai leeeeee,,” terdengar ketawanya dan langkah kaki berlalri menghampiri saya “ woy sempak,,, nyampai juga kau,, mana kameramu? Cepet sini,,!!!”. Melihat ternyata mereka masih di atas membuat saya bergegas naik melewati sela-sela batu betar dan memanjat sedikit. Dengan mengucap Alhamdulillah sampai juga, langsung saja saya memeluk ketiga rekan saya sambil melepaskan jaket dan hanya mengenakan kaos tipis menikmati tiupan angin dingin dan sinar matahari sambil menikmati kopi dingin yang mereka sisakan buat saya ternyata itulah saat dimana kami merasakan kebersamaan yang lebih tinggi dibandingkan puncak Mahameru. Ternyata disitu saya juga di ledekin oleh mereka “udah puas kau tidur?Enak kali bisa ngorok kau ya!!!” ahahahahahahahaha, kejadian tidur saya itu ternyata disaksikan oleh bang Gie yang selanjutnya membicarakannya ke mereka saat dipuncak sebelum saya tiba. Ternyata tanpa disadari saat dipertengahan jalur tadi saya menyalip bang Gie dan kak Ani sebelum saya tertidur. Dan setelah saya tertidur bang Gie kembali menyalip saya dengan melihat dan mendengar ngorok saya, aduhhhh!!! Kejadian sangat memalukan. Setelah rombongan yang awalnya sempat berpencar, kamipun kembali bersatu dan tumpah menumpahkan kegembiraan kami sembari berfoto ria.
Hal yang menggembirakan adalah dimana saat kami berada dipuncak melihat ledakan kawah yang menjadi keunikan dan ciri khas di puncak Mahameru, dan ledakan itu menerbangkan kerikil-kerikil kecil serta kepulan asap bercampur debu yang menggumpal dan menjulang tinggi ke atas. Seakan ledakan itu adalah pertanda selamat dating dan selamat sukses bagi siapa saja orang yang berada di puncaknya. Kalo yang saya rasakan ya seperti itu sih!!! Ledakan rasa kegembiraan bisa berdiri di puncak tertinggi tanah jawa. Sangking melegendanya Jonggring saloka, “yahhhh,,, itulah nama ledakan itu”, tidak sedikit orang yang sengaja menunggunya untuk mengabadikan momen. Dengan selang waktu antara 10-30 menit sekali Jonggring saloka muncul. Kamipun tidak menyia-nyiakan momen yang langka ini, apalagi salem yang memang ababil dengan foto-foto, dikit-dikit minta difoto. Kadang juga modus minjem hp orang terus sekalian minta no hp atau pin bb bahkan sampai sosmed pun diminta dia. Kalo jumpa yang namanya salem hati-hati ajalah, ni manusia banyak modusnya, wkwkwkwkwkwk.
Kebetulan saat itu mendekati hari jadinya Telapak Sumut ke empat yang hanya menunggu dua bulan lagi maka, hadiah yang bisa saya berikan hanya sebuah foto pertanda doa saya yang saya panjatkan. Elang yang juga melakukan hal yang sama, karena Telapak Sumut merupakan rumah baginya.
Ada sedikit pertanyaan kami “kemana semua orang yang tadi malam ramai dijalur kok diatas sepi begini ya?”Padahal saya yang bisa dikatakan paling belakangan hanya menjumpai beberapa rombongan saja yang turun dari puncak. Sejam lebih kami berada diatas ternyata memang bener, banyak rombongan pendaki lain yang memang tidak sampai puncak dari begitu ramainya orang, bersyukur kami termasuk orang-orang beruntung yang bisa berdiri di puncak saat itu. Pukul 09:30 kami memutuskan untuk turun, karena menurut aturan tidak dibenarkan berada dipuncak melebihi jam 10:00 karena arah angin yang sudah berubah arah mengakibatkan gas beracun dari kawah mengarah kearah puncak dan gas beracun itu membahayakan bagi para pendaki. Mengindahkan aturan dan larangan tersebut, kami memilih bergegas meninggalkan puncak saat itu juga.
Terjawab sudah apa yang menjadi pikiran-pikiran kami saat melakukan summit, jalur yang susah seperti ini, berpasir dan membuat lelah bisa membuat kita kecewa. Ya jelas!!! Hampir tujuh jam kami untuk bisa berdiri dipuncak, tetapi hanya butuh sepuluh menit saja untuk sampai di cemoro tunggal. Sambil penasarannya dengan jalur lama, kami memilih turun dari jalur lama Arcopodo, karena saya selalu belakangan, saya sempatkan untuk ngobrol oleh pendaki yang beristirahat di Arcopodo yang mereka semua tidak bisa sampai kepuncak dengan muka sumringah saya memngucapkan “diatas sana indah banget bang,, abang-abang ini harus kembali kesini lagi”. Saya berani mengucapkan begitu, karena emang mereka bercerita belum ada yang pernah ke Semeru satupun diantara mereka, dan sambil berkata “memeang ini jalur wow,,, bisa gila kita dibuatnya”. Keasyikan ngobrol membuat rekan-rekan saya berlalu meninggalkan saya bersama pendaki lain. Mereka memilih turun duluan, sementara saya masih santai di Arcopodo dengan rasa penasaran mencari keberadaan-keberadaan batu prasasti para pendaki yang meninggal di Semeru. Ada sekitar lima buah prasasti yang saya temui. Setelah puas di Arcopodo sayapun kembali turun menuju kalimati untuk berkumpul bersama mereka.Setelah berjalan kurang lebih 20 menit saya sudah sampai ditenda dan melihat tumpukan makanan yang sudah disiapkan Diaz yang baik hati sudah memasakkan untuk kami yang kelelahan dan kelaparan dari puncak. Sungguh kami salut dengannya yang mempersiapkan makanan dan mengambil cadangan air dari sumber mani.
Sembari ngobrol kami pun menceritakan tentang jalur yang hampir membuat gelisah, Elang yang berkata “aku udah mau turun aja tadi malam, kubilang sama salem,, balek lah aku lem,, tapi salem ngotot ngelarang aku balek” pengakuan Elang yang hampir nyerah membuat kami semua menceritakan hal yang sama saat itu. Selesai makan kami mencari posisi masing-masing untuk tidur dan mengembalikan tenaga untuk prjalanan selanjutnya. Pukul 13:30 kami semua terbangun dan langsung saja packing, bang Gie, kak Ani dan mas Irol yang duluan selesai packing berpamitan bersama kami untuk duluan turunke Ranu pani karena memang pada hari itu juga mereka harus sudah sampai di Malang.
Waktu saat itu menunjukkan pukul 14:00 dan kami perlahan meninggalkan kalimati dengan tempo berjalan yang sedikit lebih ngebut berharap dapat sampai di Ranu kumbolo sebelum matahari terbenam. Kami turun berbarengan dengan kak Yeyen,Diaz, bang Rivky dan kak Septi  namun tujuan kami tidak langsung ke Ranu pani melainkan bermalam dulu di Ranu kumbolo sementara mereka langsung turun ke Ranu pani. Lima belas menit berlalu kami meninggalkan pos Kalimati dan sampailah kami di pos Jambangan, di Jambangan kami terkaget dan heran banyak sekali pendaki yang menanyakan asal kami dari mana, karena emang kejahilan dan keusilan kami sampai disebarluaskan oleh pendaki-pendaki lain saat itu dan langsung deh kami menemukan kenalan baru lagi. Kebetulan juga saat itu kami bertemu dengan dua orang pendaki yang waktu berangkat kami satu jeep, mereka saat itu masih baru mau naik dan langsung deh kami berfoto ria lagi dengan mereka.

Puas dengan obrolan dan candaan di Jambangan kamipun melanjutkan perjalanan, dan saat perjalanan turun kami tidak banyak istirahat dan tidak terasa sudah sampai di cemoro kandang. Sekitar lima menit berhenti minum dan meluruskan kaki kami langsung tancap gas menuju Ranu kumbolo, melintasi Oro-oro ombo berfoto sejenak mengabadikan momen dan melanjutkan lagi langkah kaki kami. Saat di Oro-oro ombo kami melintasi tebing melipir ke kanan bukan dari jalur saat kami berangkat sebelumnya.Sesampainya di punggungan yang memisahkan antara Oro-oro ombo dan Tanjakan cinta, kami menyempatkan lagi berbincang mengobrol dengan teman-teman baru kami yang memang aneh jika dibahas.Kenapa tidak? Sebeb awal mula kami kenal di punggungan itu saat berangkat dan kembali berjumpa lagi di lokasi yang samasaat perjalanan turun.Sungguh kejadian yang tidak disangka dan disengaja.
Menuruni tanjakan cinta dan menimati indahnya pemandangan Ranu kumbolo sore itu membuat kami betah dan itulah alasan kenapa kami ingin bermalam lagi di Ranu kumbolo.Lokasi untuk mendirikan tenda sudah kami tentukan namun saat itulah kami harus berpisah dengan saudara baru kami, satu-persatu kami berpamitan dan berjabat tangan berharap suatu saat dapat berkumpul dan bercengkrama bersama lagi.Mereka berempat berlalu meninggalkan kami dan sore yang saat itu masih terang menunjukkan pukul 17:00 menjadi suasana hening sesaat. Jika biasanya melihat air apalagi danau setelah turun dari puncak pasti rasa ingin nyebur dan mandi ke danau begitu besar, seperti jika turun dari puncak sinabung yang di  Sumutpastinya langsung nyebur ke danau Lau kawar. Tetapi tidak di Ranu Kumbolo sebab dilarang keras untuk mandi, mencuci apalagi sampai buang air. Jika larangan itu dilanggar maka siap-siap deh di black list seumur hidup tidak boleh masuk ke kawasan TNBTS lagi, hali itu dikarenakan Ranu kumbolo sebagai tempat suci dan airnya jg suci bagi umat hindu. Makanya tidak jarang jika ada acara-acara keagamaan Hindu tiap tahunnya di gelar di Ranu kumbolo, dan kesakralannya yang menurut kepercayaan hindu itu di pertegas dengan sebuah peninggalan prasasti kuno yang berada di tepi danau dengan tulisan aksara jawa kuno dan jika di ejakan tulisan tersebut adalah “Ling deva pu kameswara tirthayatratirtha artinya air sakral/suci dan yatra artinya perjalanan spiritual, sementara kameswara adalah nama salah seorang raja jawa kuno yang memerintah kerajaan Kediri sekitar tahun 1180 - 1190-an dan angka tahun di prasasti itu menurut sejarawan berkisar pada 1182 M. jadi itulah alasan mengapa ranu kumbolo serta airnya sangat di sucikan. Dan kami pun diberi tau oleh salah seorang petugas TNBTS yang saat memberi brefing beliau menjelaskan hal itu.

Tenda pun selesai kami dirikan dan malam yang menjadi malam terakhir kami saat itu di Ranu kumbolo tidaklah kami sia-siakan begitu saja sebab indahnya malam saat itu membuat siapa saja terpukau, ribuan bintang yang bertebaran di langit serta kabut tipis yang menyelimuti Ranu kumbolo menjadikan suasana hati menjadi tenang. Selesai masak makan malam pun kami laksanakan dengan cepat.Namun memang dingin malam itu ditambah lagi badan yang terasa letih membuat kami berguguran satu-persatu dikalahkan rasa ngantuk yang luar biasa.Tapi sebelum kami masuk tenda untuk beristirahat, tiba-tiba teriakan dan kehebohan desebelah tenda kami terjadi.Seorang pria yang saat itu berdiri mengarah ke Ranu kumbolo mendadak tumbang terjatuh dan pingsan, kebetulan tetangga satu kavlingan tenda kami itu mereka ramai dan dengan sigap mereka langsung mengevakuasi korban kedalam tenda untuk memberikan pertolongan.Setelah kami tanyakan ternyata korban mengalami hipotermia disertai halusinasi berlebih. Perlu diketahui bahwa hipotermia yang disertai halusinasi jika penanganannya tidak benar, maka akan berakibat fatal, sebab jika tidak teliti hal itu malah bisa membuat nyawa seseorang melayang karena gejala tersebut mirip dengan orang yang sedang kerasukan. Untungnya mereka adalah Tim yang benar-benar sudah terbiasa melakukan pendakian, ya!!! Mereka adalah rombongan open trip dari salah satu komunitas yang ada di Jakarta.
Setelah kami tanyakan aman atau tidak kepada mereka dan mereka pun menjawab “aman bang”, kami langsung membereskan perlengkapan masak dan masuk kedalam tenda untuk istirahat berharap keesokan hari terbangun subuh untuk menikmati sunrise di Ranu kumbolo yang terkenal akan keindahannya. Tapi apa daya saat pagi menjelang, rejeki pagi itu tidak berpihak pada kami, kabut yang menyelimuti seluruh permukaan Ranu kumbolo hingga menutup langit membuat matahari tidak menampakkan wujudnya. Seolah terhalang oleh tembok raksasa putih yang berada di depan kami.namun keindahan lain tercipta, suasana pagi yang benar-benar terasa membekukan tulang dan mata. Ditemani kopi pagi hari kami berbincang dan mengobrol akan kemana lagi setelah ini. Tujuan kami yang memang tidak bisa disatukan membuat kami harus berpisah sesaat setelah kami selesai turun dari Semeru.
Setelah bercengkrama dengan pendaki satu kavling dan tidak ketinggalan dengan keonaran yang kami timbulkan membuat kami semakin akrab dengan mereka yang berasal dari mana saja.pukul 10:30 kami melakukan packing bersiap melanjutkan perjalanan turun menuju Ranu pani. Berpamitan dan saling meninggalkan barang kenang-kenangan membuat suasana perpisahan saat itu menjadi awal mula perjalanan kami selanjutnya ( kisah perjalanan dalam tulisan berikutnya). Belum lagi beranjak meninggalkan Ranu kumbolo tiba-tiba terdengar suara panggilan “bang ayo foto bareng,,,bang ayok makan dulu,,” emang sedari awal kami adalah manusia yang tidak punya malu akhirnya kami mengiyakan tawaran demi tawaran dari mereka untunglah perutpun kenyang jalan kamipun jadi kencang.Berjalan meninggalkan Ranu kumbolo seakan berpisah dengan sebuah keluarga yang harmonis, tentram dan damai. Pos 4 yang tepat berada di atas tebing danau Ranu kumbolo menjadi tempat peristirahatan pertama kami, di pos 4 kami bertemu dengan bocah perempuan kecil yang ditemani ayahnya sebelumnya kami bertemu di Klimati dan kembali bertemu lagi di pos 4 saat turun. Namun karena larangan batas usia minimum untuk sampai dipuncak, bocah cantik tersebut hanya sampai di batas vegetasi saja. Saat kami berbincang dengan bocah cantik tersebut, kami berempat sempat tertunduk dan memohon jangan melanjutkan pembicaraan. Elang langsung berlutut dan memberi salam karena kami semua kagum dan malu sendiri, gilak!!! Entah sudah berapa gunung di Indonesia yang pernah di daki sama bocah cantik tersebut. Ditemani ayahnya yang memang seorang adventurer lebih dari 11 gunung tertinggi dibeberapa pulau yang sudah didaki.
Puas ngobrol bercanda ria kamipun sempat mengabadikan momen bersama mereka, sambil berpamitan dan bergegas menuju Ranu pani dengan membayangkan lezatnya bakso di Ranu pani kami melangkah kencang meninggalkan pos 4.dipertengahan antara pos 4 dan pos 3 kami bertemu dengan wanita manis yang wajahnya tidak asing bagi kami sedang berjalan terpincang-pincang dibantu salah seorang temannya. Ternyata kakak yang kami usilin di anu kumbolo saat hari pertama dan sekaligus kakak yang memberi saya coklat saat perjalanan summit waktu itu.sedari awal kami semua penasaran dengan namanya, dan Elang memberanikan diri untuk membantunya dari belakang sementara temannya itu membantu dari depan. Dengan berjalan digandengmelalui jalur yang sempit dan menurun kamipun mencoba menghibur dengan mencomblangi Elang dengan wanita manis itu. Setelah ditanya siapa namanya ternyata terjawab sudah, “Defy” wahhhhh!!! Akhirnya tau juga kami namanya.Elang yang sedari awal saat di Ranu kumbolo tertarik dan mencuri-curi pandang akhirnya dapat bergandengan tangan. Bang Ivo yang semula menggandeng dari depan akhirnya kami paksa untuk memberi pengertian, hehehhehehe,,, pertolongan pemaksaan.
Pos 3 telah berada didepan mata, kamipun hanya menyempatkan istirahat sambil membeli beberapa potong semangka yang dijual di pos itu lalu kembali berjalan dengan mengawal kak Devi yang memang harus diberikan pertolongan.Pos demi pos kami lewati hingga sampailah kami di Landengan dowo menyempatkan untuk berfoto sejenak kemudian berjalan beriringan membuat kami tidak habis akal untuk mencomblangi mereka berdua, alasan merubah posisi berjalan meninggalkan mereka dibelakang membuat Elang makin salah tingkah.Kata-kata yang selalu diucapkannya “udah berapa tahun enggak megang tangan cewek gandengan kayak gini” ihhh kami yang saat itu berjumlah delapan orang beriringan ingin muntah mendengar modusnya. Saya, Memed, Salim, Ivo, Apri, jony dan bang hendra beserta pacarnya yang berjalan didepan berlalu meninggalkan mereka berdua bergandeng tangan selepas dari Watu Rejeng. Dan kamipun meminta ijin kepada Elang dan kak Defy untuk duluan dengan alasan kebelet boker.
Kami memutuskan meninggalkan mereka saat di Watu Rejeng karena jarak yang memang sudah dekat dari Ranu pani. Melihat Apri yang membawa lemari 2 pintu ( bawa dua cariel ) masih bergerak lincah disertai dengan langkah setengah berlari kami memecah keheningan, bergurau dengan beberapa pendaki yang kebetulan berpapasan membuat kami tidak sadar ternyata kami sudah keluar dari pintu rimba. Bayangan lezatnya bakso yang ada di basecamp Ranu pani membuat kami semakin lupa dengan Elang dan kak Defy yang sedang asik bergandengan tangan dibelakang sana. Betapa terkejutnya kami saat tiba di posko Ranu pani, padatnya pendaki berjubel memenuhi pelataran dan bangunan-bangunan yang ada di sana. Tidak terbayang berapa ribu jiwa yang hadir saat itu demi bisa berdiri dipuncak Mahameru.Namun rasa kaget tersebut terkalahkan oleh rasa bakso yang kami pesan, jika saya habis dua mangkok ternyata Memed sudah tiga mangkok salim yang hanya semangkok namun masih meneyeruput milik mamed.Bener-bener rindu deh dengan rasa khas bakso yang dijual di Ranu pani.
Setelah selesai menyantap bakso itu, tiba-tiba dari kejauhan saya melihat Elang dan kak Devi yang masih tetep bergandengan tangan.“ cie,,,cie,,,cie,,, masih gandengan woy!!! Masok angen bah” teriak saya sambil memberikan tepuk tangan saat mereka mendekat kearah kami. Sontak kerumunan pendaki lain yang berada disitupun ikut menyoraki dan memberikan tepuk tangan kepada mereka berdua yang sok romantis. Riuh suasana pun pecah menjadi gurauan dan kebahagiaan bagi kami yang sudah kembali dengan selamat, sehat tanpa kekurangan apapun malah logistic kami yang berlebih akibat pemberian-pemberian pendaki lain yang meyumbangkannya karena mereka tau kami akan melanjutkan pendakian ke gunung lain.
Sembari menunggu Elang dan kak Devi, Memed melapor dan mengambil identitas di pos pendaftaran dan saya mencari angkutan jeep untuk kembali ke pasar tumpang.“ Dimana ada pertemuan pasti ada akhir untuk berpisah”. Kebetulan saat itu rombongan kami yang hanya empat orang berarti kami harus mencari tambahan orang agar ongkos yang kami keluarkan tidak terlalu besar.Sementara rombongan kak Devi juga sebagian ada yang langsung turun ke desa tumpang dan sebagian melanjutkan ke Bromo, maka kami sepakat bergabung dengan mereka yang memang satu rombongan lumayan ramai namun terpecah tujuan akhirnya tiga jeep pun kami pesan.Dua jeep turun di desa tumpang dan satu jeep melanjutkan ke Bromo.Setelah saya bernego ongkos dan disepakati Rp. 300 ribu untuk satu jeep yang kearah tumpang.Berjalan dipinggiran danau Ranu pani sambil menatap  kearah Elang dan kak Devi yang masih tetep bergandeng tangan kamipun menuju jeep yang berada diparkiran. Dan disitulah kami berpisah dengan beberapa dari mereka dengan berat langkah juga harus meninggalkan Semeru dengan segala keindahannya.
Sebenarnya banyak lagi cerita-cerita dari kejadian saat perjalanan ke Semeru, namun tidak semua bisa diceritakan disini karena terlalu banyak dan tulisan inipun dibuat setelah sepuluh bulan berlalu dan perjalanan selanjutnya tentu akan kami jadikan cerita juga, namun dalam tulisan berikutnya.
 

1 comment:

  1. permisi kakak2 numpang promo ya
    yang suka main poker dan domino online, mari gabung di sini bersama kami di www.saranapelangi.com. kini hadir dengan 7 permainan yang dapat dimainkan dalam 1 website. dapatkan jackpot hingga ratusan juta setiap harinya. gak mau kalah teruskan main poker dan domino online ? ayo buruan gabung bersama kami di www.saranapelangi.com

    Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami di www.saranapelangi.com atau melalui android kami.

    - BBM : 2B47BB9C
    - CALL : +855964972098
    - WEECHAT : saranapelangi
    - SKYPE : saranapelangi
    - EMAIL : saranapelangi99@yahoo.com
    - FACEBOOK : saranapelangi99@yahoo.com

    ReplyDelete

# Silahkan Anda Berkomentar dengan Baik dan Sopan
# Pesan dilarang Mengandung SARA dan Spam
# Terima Kasih Telah berkunjung di Blog Sederhana ini